Kompas TV nasional politik

Pengamat Sebut Cek Kesehatan dan Retret Kepala Daerah Kontradiktif dengan Kebijakan Efisiensi

Kompas.tv - 17 Februari 2025, 07:05 WIB
pengamat-sebut-cek-kesehatan-dan-retret-kepala-daerah-kontradiktif-dengan-kebijakan-efisiensi
Gubernur terpilih Jawa Barat Dedi Mulyadi menjawab pertanyaan wartawan usai pemeriksaan kesehatan kepala daerah terpilih di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Minggu (16/2/2025). (Sumber: ANTARA/Fath Putra Mulya)
Penulis : Tri Angga Kriswaningsih | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat Komunikasi Politik Kunto Adi menyampaikan pandangannya soal cek kesehatan kepala daerah terpilih yang menurutnya kontradiktif dengan kebijakan efisiensi yang tengah digalakkan pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto. 

"Di tengah efisiensi yang sedang didorong oleh Pak Prabowo, ini kan jadi kontradiktif. Pesannya adalah efisiensi, tapi di lain sisi, untuk pemeriksaan kesehatan yang sepele aja kepala daerah harus dikumpulin seakan-akan mereka enggak bisa periksa sendiri-sendiri terus ngelapor," tanggap Kunto dalam Breaking News KompasTV, Minggu (16/2/2025).

Ia menambahkan, "Ini kan semacam tidak ada kepercayaan terhadap kepala daerah bahwa mereka mungkin akan memalsukan hasil atau gimana."

Kunto menyebut, seremoni pelantikan yang dilakukan melalui cek kesehatan sampai dengan retret yang memakan waktu lama, sampai dengan 12 hari, akan membutuhkan biaya tidak sedikit. 

Selain itu, ia juga menyoroti komunikasi politik dan komunikasi publik dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Seharusnya Kemendagri menyosialisasikan ini atau menginformasikanlah kepada kita pembayar pajak ini, uangnya dipakai untuk apa, untuk apa pemeriksaan kesehatan ini, pentingnya apa di tengah pemotongan atau efisiensi yang luar biasa besar-besaran di kementerian lain," ujarnya. 

Baca Juga: Begini Situasi Cek Kesehatan Kepala Daerah Terpilih di Gedung Kemendagri Jakarta

Selain itu, Kunto juga melihat tendensi untuk sentralisasi dari adanya pengumpulan kepala daerah melalui kegiatan cek kesehatan sampai retret ini. 

"Ketika kepala daerah kemudian dipanggil semua ke Jakarta, dikumpulin, lalu diospek, lalu kemudian seakan-akan posisi mereka ada di bawah pemerintah pusat dan sifatnya mereka harus nurut, ini kan bentuk-bentuk sentralisasi yang sebenarnya kita coba ubah ketika reformasi," paparnya. 

Menurutnya, ada simbol bahwa pemerintah daerah tunduk pada pemerintah pusat yang disiratkan melalui kegiatan-kegiatan pengumpulan kepala daerah ini. 

"Menurut saya, ini simbol bahwa kepala-kepala daerah ini tunduk loh pada pemerintahan pusat, mereka datang loh, mereka kita kumpulin, mereka kita kondisikan, mereka kita, ya istilahnya indoktrinasi tentang nasionalisme dan Indonesia adalah di atas segalanya," tambahnya. 


 

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x