JAKARTA, KOMPAS.TV – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang hanya berpikir komersil dan tidak pernah berpikir tentang nasib nelayan.
WALHI pun menilai Pemkab Tangerang hanya omdo (omong doang) untuk pernyataannya yang mengaku-ngaku berpihak kepada rakyat soal pagar laut misterius tersebut.
“Nggak ada (Pemkab Tangerang mikirin nelayan) karena secara sederhana kalau memang dia mikirin nelayan, nggak usahlah mikirin nelayan, pasti akan semua diterima kalau Pemerintah Kabupaten akan berencana menambah luas menjadi 5% aja, walaupun ketentuan undang-undang 30%, pasti nggak ada yang ditolak, akan didukung seluruhnya,” kata Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna dalam dialog Sapa Indonesia Pagi KompasTV dengan tema ‘Polemik Pagar Laut Misterius di Tangerang dan Bekasi’, Kamis (16/1/2025).
Baca Juga: Jadi Utusan Prabowo ke Megawati, Muzani: Saya Berdoa Pertemuan Dilakukan Bulan Ini
“Nah ini, apalagi terhadap perhatian nelayan, nggak ada kok, boro-boro ngebantu yang lain. Emang ada bantuan jaring untuk nelayan misalnya di Kronjo, nggak ada sama sekali, nggak ada perhatiannya,” lanjutnya.
Oleh karena itu WALHI menilai sikap Pemkab Tangerang perihal pagar laut misterius sebagai bagian dari cara membunuh nelayan.
“Itu bagian dari cara dia membunuh nelayan. Jadi kalau misalnya dia bilang berpihak, itu bohong besar, omdo, apa buktinya,” tanya Mukri.
Baca Juga: WALHI sebut Pagar Laut Misterius di Tangerang sebagai Kejahatan Terencana: Ini by Design
“Kalau dia (Pemkab Tangerang-red) berpihak, kasih dong ruang, jelas-jelas disitu dalam arahannya daerah pantai utara itu kan zona pemanfaatan, zona budi daya, tapi kok kenapa kemudian dialokasikan untuk reklamasi dan luasnya nggak main-main ini 9.000 hektare,” lanjut Mukti.
Sebelumnya terbangun secara misterius pagar laut di perairan Tangerang, Banten, sepanjang 30 kilometer. Dikatakan misterius karena tidak diketahui siapa pemilik dan penanggungjawabnya. Pagar laut dari rangkaian bambu ini dikeluhkan oleh nelayan setempat karena keberadaannya merugikan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.