JAKARTA, KOMPAS.TV - Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.
Dihapusnya presidential threshold tersebut merupakan putusan MK yang mengabulkan gugatan empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Mereka adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Terkait hal itu, Anies melalui akun X miliknya, memuji langkah para mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut.
Baca Juga: Respons Muhaimin Iskandar setelah Presidential Threshold Dihapus 20 Persen
"Di antara deretan nama penggugat presidential threshold melalui Mahkamah Konstitusi sejak awal hingga kini, terdapat empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam gugatan terakhir yang berhasil dimenangkan," kata Anies dalam akun X @aniesbaswedan, Sabtu (4/1/2025).
"Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Tsalis Khoirul Fatna, dan Faisal Nasirul Haq. Mereka adalah anak muda yang memperkuat demokrasi Indonesia, bukan anak muda yang melucutinya," ujarnya.
Ia juga menilai pemuda-pemudi seperti keempat mahasiswa tersebut merupakan harapan baru bagi masa depan demokrasi Indonesia.
"Selama kita memiliki pemuda-pemudi seperti mereka, harapan untuk masa depan demokrasi Indonesia akan selalu menyala," ucapnya.
Baca Juga: Mahfud MD soal MK Hapus Presidential Threshold: Harus Dilaksanakan
MK resmi menghapus ambang batas persentase pencalonan presiden (presidential threshold) melalui Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (2/1/2025).
Uji materiil UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang membuahkan Putusan MK No. 62 diajukan oleh empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hakim MK Saldi Isra menjelaskan alasan pihaknya mengabulkan gugatan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut Saldi, ketentuan presidential threshold 20 persen hanya membuat polarisasi di masyarakat, karena melahirkan dua pasangan calon.
"Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," ujar Saldi saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis.
Dengan adanya putusan tersebut, partai politik atau parpol tidak perlu lagi memenuhi syarat ambang batas 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara nasional untuk mencalonkan presiden.
Sehingga, setiap parpol yang terdaftar sebagai peserta pemilu, bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.