JAKARTA, KOMPAS TV - Mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin menjelaskan dampak positif dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut dia, dengan dihilangkannya presidential threshold itu akan mengurangi pemaksaan koalisi antar partai politik yang selama ini sering terjadi saat menyongsong gelaran pilpres.
"Efek positifnya adalah mengurangi kemungkinan adanya pemaksaan koalisi antar partai politik. Itu yang saya paling salut dari putusan ini,” kata Hamid dalam program Kompas Petang di Kompas TV, Jumat (3/1/2025).
Baca Juga: Alasan Anwar Usman & Yusmic Beda Pendapat Terkait Putusan MK Hapus Presidential Threshold 20%
Hamid juga menyoroti efek positif dari putusan MK ini, terutama dalam membuka peluang bagi lebih banyak calon presiden.
“Ini adalah langkah memberi pilihan kepada rakyat dan kesempatan bagi putra-putri terbaik bangsa untuk maju, mendeklarasikan diri bahwa dia juga punya hak untuk dipilih selain memilih," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, langkah ini adalah terobosan yang memberikan kesempatan lebih luas dalam kontestasi politik di Indonesia.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini menyatakan bahwa kekhawatiran terkait banyaknya calon dalam pemilu tanpa ambang batas adalah tidak berdasar. Sebab, putusan ini lebih terkait dengan perbaikan demokrasi yang mendesak untuk diubah.
“Kita sudah punya pengalaman pada 2004, saat pemilu presiden pertama kali dilakukan secara langsung. Ada lima pasangan calon, dan penyelenggaraan berjalan lancar, bersih, serta melahirkan pasangan SBY-JK. Jadi, meski nanti ada banyak calon, katakanlah 10 pada 2029, ini tidak akan menjadi masalah. Akan ada rasionalisasi calon secara alami,” ujarnya.
“Sudah dua pemilu terakhir, 2014 dan 2019, kita hanya melihat dua pasangan calon. Kekhawatiran bahwa tanpa threshold akan ada banyak calon. Orang selalu khawatir bahwa kalau tidak ada ambang batas, maka banyak calon. Kalau banyak calon, ribet penyelenggaraan pemilu. Ini tidak akan ribet," imbuhnya.
Sebelumnya, Hakim MK Saldi Isra menjelaskan alasan pihaknya mengabulkan gugatan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam pasal 222 Undang-Undang Pemilu tercantum aturan, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusung partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh suara 25 persen dari suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya.
Saldi menjelaskan, dengan dikabulkan aturan itu membuat setiap partai politik yang terdaftar sebagai peserta pemilu bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Mahfud MD soal MK Hapus Presidential Threshold: Harus Dilaksanakan
Menurut Saldi, dengan adanya aturan itu hanya membuat polarisasi yang terjadi di masyarakat, karena hanya melahirkan dua pasangan calon. Bahkan, bila terus dibiarkan dikhawatirkan nantinya malah terjebak untuk menghadirkan satu pasangan calon dalam gelaran pilpres.
"Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," ujar Saldi saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.