JAKARTA, KOMPAS.TV - Pelaksanaan pilkada serentak telah usai. Sejumlah pihak, baik peserta pemilu maupun warga pemilih kini tengah menanti hasil perhitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum.
Meski diklaim berjalan lancar dan aman, pilkada serentak tetap menyisakan sejumlah catatan penting bagi masa depan demokrasi kita.
Indikasi keterlibatan polisi, yang diplesetkan sebagai partai cokelat alias parcok antara lain dengan ikut mengampanyekan calon kepala daerah di Jawa Tengah dan Sulawesi Utara.
Ada pula praktik intimidasi terhadap aparat desa di Sumatera Utara agar mau dijadikan tim sukses salah satu pasangan calon.
Pernyataan ini dilontarkan politisi PDIP, Deddy Sitorus kepada pemerintah, khususnya institusi kepolisian yang dituduhnya tidak netral dalam pelaksanaan pilkada.
Adanya indikasi praktik intimidasi dalam pilkada juga dibenarkan Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid.
Jazilul mengaku pernah mendengar cerita seorang kepala desa yang dipaksa parcok mendukung calon kepala daerah tertentu.
Tidak hanya polisi, video dan surat dukungan Presiden Prabowo terhadap salah satu paslon di pilkada juga mendapatkan protes publik.
Pihak Istana berdalih, dukungan itu diberikan dalam kapasitas Prabowo sebagai ketua partai.
Dugaan praktik culas negara dalam pelaksanaan pilkada harus dibuktikan dan pelakunya dihukum berat.
Selain isu netralitas ASN dan polisi, catatan berikutnya adalah tentang praktik politik uang.
Bawaslu menerima 130 laporan dugaan pembagian uang yang terjadi di masa tenang dan pada hari pemungutan suara pilkada serentak.
Praktik politik uang yang paling banyak terjadi adalah serangan fajar dengan membagikan uang atau bahan kebutuhan pokok.
Baca Juga: PKB Jawab Isu Parcok di Pilkada 2024, Minta Polri Evaluasi Internal
#parcok #kandangbansos #pilkada2024
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.