Kompas TV nasional humaniora

Kisah Profesor Sesungguhnya: Ada yang Tak Mau Dipanggil Prof, Ada yang 30 Tahun Mengajar

Kompas.tv - 22 Juli 2024, 10:12 WIB
kisah-profesor-sesungguhnya-ada-yang-tak-mau-dipanggil-prof-ada-yang-30-tahun-mengajar
Kolase foto J.B Sumarlin dan Fathul Wahid. (Sumber:Kompas TV/Kompas.com-)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Di tengah ramai pemberitaan banyak orang yang ingin mendapat gelar profesor dengan berbagai cara, ada yang justru tak ingin gelarnya dipakai. Bahkan, ada yang yang tak menyangka bisa mendapatkan gelar tersebut setelah puluhan tahun mengabdi, mengajar di kampus dan di pemerintahan dengan karya nyata.

Adalah Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid yang secara resmi melalui surat yang dia tanda tangani, meminta gelarnya tidak lagi ditulis lengkap selain dalam penandatanganan dokumen penting kampus seperti ijazah dan transkrip nilai. 

Baca Juga: Pilpres Iran Masuk Putaran Kedua, Pertemukan Dokter Bedah Jantung dan Profesor Juru Runding Nuklir

Selain itu, Fathul hanya memperkenankan gelar lengkapnya yakni "Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D." di dokumen kampus yang dikeluarkan setara ijazah atau transkrip nilai. Surat edaran tersebut ditandatangani oleh Rektor UII yang juga ahli dalam bidang teknologi informasi itu. 

Dalam akun Instagram pribadinya, Fathul Wahid meminta semua pihak memanggilnya dengan tanpa menggunakan gelar, utamanya gelar "Profesor".

"Dengan segala hormat, sebagai upaya desakralisasi jabatan profesor, kepada seluruh sahabat mulai hari ini mohon jangan panggil saya dengan sebutan "Prof"," tulis Fathul di akun Instagram-nya, dikutip pada Sabtu (20/7/2024).

"Panggil saja: Fathul, Dik Fathul, Kang Fathul, Mas Fathul, Pak Fathul. InsyaAllah akan lebih menentramkan dan membahagiakan. Matur nuwun (terima kasih, red)," tulisnya lagi. 

Nah, ada pula profesor yang justru tidak menyangka bisa meraih gelar tersebut. Sosok itu adalah J.B Sumarlin, menteri keuangan di era Presiden Soeharto. Sumarlin selain menteri juga seorang pengajar di almamaternya, Universitas Indonesia. Dia dikukuhkan menjadi guru besar di UI pada 1981 setelah 13 tahun lulus dari Universitas Pittsburg, dan sejalan dengan kariernya di UI yang terus-menerus sejak tahun 1950-an.

"Kalau bukan karena selalu didorong dan diingatkan oleh Profesor Widjojo, mungkin saya tidak akan pernah menyelesaikan tugas-tugas untuk mendapat pengukuhan sebagai guru besar," kata Sumarlin, dikutip dari buku J.B Sumarlin Cabe Rawit yang lahir di Sawah (penerbit Kompas, 2012).

Baca Juga: Profesor Jamhari Resmi Dilantik sebagai Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia 2024-2029

Widjojo Nitisastro adalah guru besar di UI yang juga dikenal arsitek perekonomian Orde Baru. Sumarlin memperoleh gelar profesor memang dorongan dari sesama profesor yang mengabdi di kampus, bukan karena dorongan lain apalagi gengsi semata.

Sumarlin diangkat menjadi menteri sejak 1973 saat dia sudah menjadi dosen di UI. Meski sibuk di pemerintahan, tugas mengajarnya tidak pernah ditinggalkan. Hal itu dia teladani dari seniornya, Profesor Sumitro Djojohadikusumo yang tetap memenuhi jadwal mengajar.

"Bagi Sumarlin, mengajar dan riset adalah bagian penting dalam tradisi akademis untuk terus belajar dan mengakumulasi ilmu," demikian buku biografi yang ditulis oleh Bondan Winarno itu.

Bayangkan, meski sudah duduk di pemerintahan di awal Orde Baru, Sumarlin selain mengajar di UI juga mengajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, Sekolah Komando Angkatan Laut, Sekolah Staf Komando Angkatan Udara dan Seskogab ABRI. Dan juga mengajar di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). 

Maka tidak heran, ketika sebagai dosen dia bisa diangkat menjadi menteri, hatinya bergetar. "Tiba-tiba ia merasa dirinya sebagai orang lugu berasal dari desa yang tiba-tiba mendapat kemuliaan besar."    

Kepiawaian Sumarlin tidak hanya diakui oleh bangsa Indonesia, di tingkat internasional pun menempati sebuah tempat yang terhormat. Pengakuannya atas kiprahnya di Indonesia dan dunia, menjadi catatan saat dia juga dikukuhkan sebagai Guru Besar Emeritus 2006.         

Sumarlin memang lahir di sebuah kampung di Blitar pada 7 Desember 1932 dan meninggal pada 6 Februari 2020. Sumarlin adalah profesor, guru besar ekonomi sekaligus menteri dalam bidang ekonomi selama 30 tahun.

Sumarlin dan Fathul Wahid adalah dua contoh profesor yang sesungguhnya.


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x