JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) tengah mempersiapkan langkah besar dalam kebijakan pertanian nasional.
Rencana perubahan skema subsidi pupuk menjadi Bantuan Langsung Petani (BLP) diharapkan dapat terealisasi pada tahun 2026 mendatang.
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas bantuan pemerintah dan memberikan fleksibilitas lebih bagi para petani dalam mengelola input pertanian mereka.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Vivi Yulaswati mengungkapkan bahwa transformasi ini akan mengubah subsidi dalam bentuk barang menjadi transfer langsung ke rekening bank petani.
"Jadi nanti penerima berbasis kelompok menjadi penerima berbasis individu petani (by name by address)," jelas Vivi dikutip dari Kompas.com, Rabu (17/7/2024).
Baca Juga: Buat Terobosan Unik, Petani Ubah Sampah Menjadi Pupuk Alami
Sebelum implementasi penuh, pemerintah berencana melakukan uji coba atau pilot project di beberapa daerah terpilih.
Kriteria pemilihan lokasi akan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk musim tanam yang idealnya 2-3 kali dalam setahun.
Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan harga pasar dapat dilakukan dengan lebih baik selama masa uji coba.
Harapan besar disematkan pada program BLP ini. Vivi meyakini bahwa dengan fleksibilitas yang diberikan, petani dapat meningkatkan produktivitas mereka.
"Petani dapat membeli jenis pupuk sesuai dengan kebutuhan mereka di kios yang ditentukan. Petani juga dapat menikmati fleksibilitas yang lebih tinggi untuk menentukan kombinasi input pertanian yang lebih menguntungkan," terangnya.
Sementara itu, data terkini menunjukkan bahwa pemerintah telah meningkatkan alokasi subsidi pupuk menjadi 9,55 juta ton dari sebelumnya 4,7 juta ton.
Namun, realisasi penyaluran pupuk bersubsidi per 15 Juni 2024 baru mencapai 2,8 juta ton atau sekitar 29 persen dari total alokasi.
Baca Juga: Diduga Akibat Percipan Api Mesin Las, Gudang Pupuk di Kembangan Jakarta Terbakar!
Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi lambatnya realisasi penyaluran. Di antaranya, sekitar 58 persen petani yang terdaftar di RDKK belum melakukan penebusan hingga Mei 2024.
Faktor lain termasuk regulasi daerah yang membatasi pemanfaatan alokasi pupuk bersubsidi, belum terbitnya SK alokasi dari Gubernur dan kabupaten/kota, serta perubahan musim yang berdampak pada pola tanam.
"Sosialisasi harus ditingkatkan, makanya kami memiliki program PI Menyapa dan Tebus bersama. Beberapa yang belum tebus itu karena merasa alokasinya kecil, makanya kita melakukan upaya program ini," jelas Rahmad.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.