JAKARTA, KOMPAS.TV - Ekspansi kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk melakukan penyelesaian sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran akan mengebiri kewenangan Dewan Pers.
Pendapat itu disampaikan oleh SETARA Institute melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Kompas.TV, Rabu (15/5/2024), menanggapi draf revisi RUU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
SETARA Instittut menilai beberapa ketentuan dalam draft RUU Penyiaran menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menggerus demokrasi,
Beberapa di antaranya melalui upaya untuk mengendalikan konten jurnalistik, yang mengancam kebebasan berekspresi dan hak untuk memperoleh informasi.
Baca Juga: Soal RUU Penyiaran, Mahfud MD: Media Jadi Hebat Kalau Punya Wartawan yang Bisa Investigasi
“Ekspansi kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagaimana Pasal 8A huruf q RUU Penyiaran untuk melakukan penyelesaian sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran akan mengebiri kewenangan Dewan Pers,” demikian tertulis pada poin empat catatan SETARA Institute.
Ketentuan tersebut dinilai berpotensi mendistraksi kewenangan kedua lembaga sehingga melemahkan resolusi dan penyelesaian sengketa jurnalistik yang mungkin terjadi.
Bahkan, menurut SETARA, hal itu akan melemahkan Dewan Pers sebagai pilar kebebasan pers, sebab lingkup kewenangan Dewan Pers dalam menjamin kebebasan pers juga meliputi konten jurnalistik yang disiarkan melalui media elektronik.
Pada poin pertama catatannya, SETARA Institute memandang bahwa RUU Penyiaran memuat beberapa ketentuan problematik.
Beberapa ketentuan juga merusak agenda-agenda demokrasi dan demokratisasi, kebebasan pers, kebebasan informasi, serta agenda-agenda HAM yang telah diperjuangkan sejak awal era Reformasi.
RUU Penyiaran tersebut juga dinilai memuat sejumlah ketentuan yang memiliki intensi untuk mengendalikan kebebasan pers, khususnya jurnalisme investigasi melalui Pasal 50B ayat (2) huruf c RUU Penyiaran.
“Pasal yang melarang jurnalisme investigasi merupakan upaya untuk mengurangi kontrol terhadap pemerintah.”
“Padahal, pilar demokrasi modern salah satunya adalah kebebasan pers yang, antara lain, memberikan ruang bagi jurnalisme investigasi untuk melakukan kontrol atas bekerjanya kekuasaan dan berjalannya pemerintahan,” demikian tertulis dalam keterangan itu.
Menurut SETARA Institute, konten dan produk jurnalistik seharusnya tetap menjadi yurisdiksi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, termasuk jurnalisme investigasi.
Baca Juga: Anggota Komisi I DPR: Yang Dilarang dalam RUU Penyiaran Itu Siaran Gosip Eksklusif
SETARA Institute juga mendorong perubahan substansial pada RUU Penyiaran, serta mendesak agar DPR dan Pemerintah memperluas partisipasi publik yang bermakna.
“RUU Penyiaran harus sepenuhnya menjamin kebebasan pers, kebebasan memperoleh informasi, dan bebas dari desain untuk melakukan kontrol intrusif, eksesif, dan sensor berlebihan.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.