JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengungkapkan 12 fakta terkait gempa yang terjadi di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur pada Jumat (22/3/2024), yang memiliki magnitudo 5,9 dan 6,5.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan beberapa hal yang menarik terkait peristiwa ini.
"Gempa kerak dangkal itu dipicu oleh aktivitas sesar aktif dengan mekanisme geser atau mendatar di Laut Jawa," kata Daryono dalam keterangannya, Minggu (24/3).
Pertama, gempa tersebut merupakan jenis gempa kerak dangkal yang dipicu oleh aktivitas sesar aktif dengan mekanisme geser atau mendatar di Laut Jawa.
Kedua, gempa di Bawean bersifat merusak atau destruktif, menyebabkan kerusakan bangunan tidak hanya di Pulau Bawean, tetapi juga di sejumlah daerah di sekitarnya.
Baca Juga: Pasien RS Unair Dipindahkan dari Tenda Darurat Usai Gempa Tuban
Kemudian, guncangan dari gempa ini berspektrum luas, sehingga dampaknya dirasakan hingga ke daerah-daerah jauh seperti Banjarmasin, Sampit, Balikpapan, Madiun, Demak, Semarang, dan sebagainya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami, seperti yang dijelaskan oleh hasil pemodelan tsunami BMKG.
Selanjutnya, gempa ini terjadi di zona aktivitas kegempaan rendah, sehingga dianggap tidak lazim oleh masyarakat karena jarang terjadi gempa di wilayah tersebut.
Daryono menjelaskan bahwa wilayah Laut Jawa biasanya menjadi episenter gempa-gempa hiposenter dalam akibat deformasi slab Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi di bawah Lempeng Eurasia.
Gempa di Bawean juga terpusat di zona Sesar Tua Pola Meratus, menunjukkan bahwa jalur sesar di Laut Jawa masih aktif dan menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu waspada terhadap keberadaan sesar aktif dasar laut yang berdekatan dengan Pulau Bawean.
Selain itu, gempa Bawean ini dipicu oleh reaktivasi sesar tua dan memiliki gempa susulan dengan magnitudo lebih besar.
Hal ini dapat terjadi karena pecahnya bidang geser yang ukurannya lebih besar, dipicu oleh tekanan dari gempa pertama dengan aspertity yang ukurannya relatif lebih kecil.
Fakta lain yang diperhatikan adalah jumlah gempa susulan yang cukup banyak, disebabkan oleh karakteristik gempa kerak dangkal di Bawean yang terjadi pada batuan yang bersifat heterogen. Namun, frekuensi gempa ini mulai menurun seiring berjalannya waktu.
"Terakhir, gempa Bawean menambah catatan gempa kuat di Laut Jawa, memberikan pelajaran penting bahwa ancaman gempa merusak di Jawa Timur tidak hanya berasal dari selatan, tetapi juga dari sumber gempa di Laut Jawa di utara Jawa Timur," tandas Daryono, dikutip dari Antara.
Informasi-informasi ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang fenomena gempa di Indonesia, serta pentingnya kewaspadaan dan kesiapan menghadapi potensi bencana alam tersebut.
Baca Juga: Takut Gempa Susulan, Ratusan Warga Gresik Bertahan di Pengungsian
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.