JAKARTA, KOMPAS TV - Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Tapos, Depok, Jawa Barat diduga menerima tindakan intimidasi dari salah satu calon anggota legislatif (caleg) yang berasal dari Partai Golkar.
Intimidasi itu menimpa salah satu angota PPK bernama Risman Setiawan. Ia mengaku menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal pada Selasa (5/3/2024) malam.
Saat itu, ia diminta untuk segera menetapkan hasil rekapitulasi. Di ujung telepon, si peneror mengancam dengan menyebut mengetahui rumah Riswan.
Baca Juga: Kaca Jendela Rumah Ketua PPK Cibeureum Dirusak Orang Tak Dikenal
"Dia bilang, ’Gue tahu rumah lu," kata Riswan seperti dikutip dari Kompas.id, Kamis (7/3/2024).
Riswan menjelaskan alasan pihaknya belum menetapkan rekapitulasi lantaran ia menemukan perbedaan hasil dalam penghitungan manual dengan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum. Intimidasi sempat membuat PPK Tapos berniat menghentikan rekapitulasi.
Namun, niat itu diurungkan setelah bertemu KPU Depok, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Depok, beserta saksi peserta pemilu.
Penjelasan KPU
Sementara itu, anggota KPU RI, Idham Holik mengungkapkan kronologi kejadian tersebut. Menurut Idham, massa dikerahkan oleh dua calon anggota DPRD Golkar daerah pemilihan V Kota Depok, yakni Fauzy Rahman dan Fanny Fatmawati. Massa lantas mengintimidasi PPK. Intimidasi dipicu kejadian saat proses rekapitulasi suara, Minggu (3/3/2024) siang.
Saat anggota PPK istirahat makan siang, Idham melanjutkan, jumlah suara salah satu calon anggota DPRD Kota Depok dari Partai Golkar naik drastis pada aplikasi Sirekap.
Hasil rekapitulasi manual oleh PPK Tapos menunjukkan raihan suara salah satu calon anggota DPRD Kota Depok dari Golkar sekitar 3.000 suara. Namun, berdasarkan data Sirekap, caleg tersebut meraup hingga 11.000 suara.
Setelah melihat perbedaan itu, ujar Idham, hampir semua saksi parpol yang mengikuti proses rekapitulasi meminta penghitungan ulang karena jumlah suara dianggap tidak sesuai. ”Namun, ditolak saksi Golkar,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah meminta aparat penegak hukum untuk mengoptimalkan pemberian perlindungan kepada penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia.
Bahkan, saat pemungutan dan penghitungan suara, banyak intimidasi diterima oleh penyelenggara ataupun pemilih.
Menurut dia, intimidasi itu biasanya melibatkan partai politik (parpol) atau pribadi masing-masing peserta.
Baca Juga: Dua Kelompok Warga Ricuh Saat Pleno PPK
Hal ini berkaca dari kasus dugaan intimidasi yang menimpa panitia pemilihan kecamatan (PPK) Tapos, Depok, Jawa Barat.
”Intimidasi bisa dilakukan kepada oknum tertentu ataupun secara kelembagaan dari pusat hingga daerah,” kata Hurriyah.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.