JAKARTA, KOMPAS.TV – Penanganan kasus tindak pidana pemilu berupa money politic atau politik uang pada Pemilu 2024 menurun jika dibandingkan dengan Pemilu tahun 2019 lalu.
Penjelasan itu disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam konferensi pers penanganan pelanggaran pemilu, Selasa (27/2/2024).
“Terkait money politics, di tahun 2019 itu ada 100 perkara ditangani oleh Bareskrim dan jajaran, kemudian dibandingkan tahun 2024, ini juga menjadi tren paling tinggi, hanya sekitar 20 kasus yang saat ini dilaksanakan penyelidikan di jajaran kepolisian,” bebernya, dikutip dari YouTube Kompas TV.
Saat ini, dari sekitar 20 kasus politik uang tersebut, beberapa di antaranya sudah dinyatakan lengkap berkas perkaranya atau P21.
“Ini sudah ada beberapa yang P21, dan beberapa masih proses sidik. Jadi ada perbandingan, di tahun 2019 itu ada 100 kasus, sementara tahun 2024 ada 20 kasus,” katanya.
Baca Juga: Pratikno soal Jokowi Dilibatkan Susun Kabinet Prabowo: Urusan Presiden Mendatang
“Terkait Kuala Lumpur, kami dari kepolisian sudah menerima laporan dari Bawaslu, penerusan laporan, dan saat ini penyidik kami sedang melakukan penyelidikan,” tambahnya.
Ia menyebut, pihaknya menerima laporan tentang dugaan pidana pemilu tersebut pada hari Jumat lalu.
“Laporan kita terima hari Jumat kemarin, dan sekarang kita menggunakan waktu 14 hari untuk penyidikan lebih lanjut. Kalau nanti terpenuhi unsur-unsur pidana ataupun alat bukti yang kita dapatkan, tentu saja segera kita limpahkan ke kejaksaan,” tuturnya.
“Namun seandainya nanti kita melihat hasil penyidikan seperti apa, tentu saja kita akan membahas kembali dengan Gakkumdu, yaitu dengan Bawaslu maupun kejaksaan untuk langkah lebih lanjut,” tambahnya.
Dugaan pidana yang ditemukan, lanjut dia, adalah menambah suara atau menambah jumlah pemilih.
“Pidananya, dugaannya adalah perbuatan menambah suara. Menambah jumlah pemilih, itu yang kita dapatkan sementara,” katanya.
Sementara, anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Herwyn J Malonda, dalam acara yang sama, menyebut tren pidana pemilu yang ditangan Bawaslu terkait politik uang.
“Untuk tren pidana pemilu itu pertama dia terkait dengan Pasal 521, kemudian 523 tentang politik uang, kemudian 490, 491, 494, dan 493, termasuk yang kita lihat di sini ketika di pencalonan ada pemalsuan dokumen,” ujarnya.
Baca Juga: Soal Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia, Bawaslu: Lagi Penyelidikan
“Dan untuk di saat kampanye atau menjelang hari H pemungutan suara itu kebanyakan terjadi dengan dua hal, terkait dengan politik uang masih ditangani oleh jajaran yang ada, baik Bawaslu maupun sudah di pihak kepolisian atau kejaksaan,” bebernya.
Tren yang lain menurutnya adalah terkait netralitas ASN dan pelanggaran Pasal 283 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
“Kemudian juga ketentuan pasal 283, terkait dengan kepala daerah yang melanggar ketentuan Pasal 283 ayat 1 UU nomor 7 tahun 2017, yang sebagian besar kita rekomendasikan ke instansi terkait,” katanya.
“Termasuk juga dugaan keterlibatan staf lembaga desa dan tenaga pendamping yang sudah kita teruskan ke instansi terkait lainnya,” tambah Herwyn.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.