JAKARTA, KOMPAS.TV - Di awal Orde Baru, kebijakan perberasan di Tanah Air fokus pada intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian selain pada upaya menjaga stabilisasi harga beras dengan dibentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog), lembaga pemerintah non-departemen.
Namun, gejolak harga beras di tengah masyarakat pun sempat terjadi hingga menyebabkan demonstrasi selama tiga hari yang dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa di Jakarta, pada 22-24 Januari 1968.
Dikutip dari buku Jejak Langkah Pak Harto 01 Oktober 1965 – 27 Maret 1968 hal. 244-245, tercatat demo menuntut penurunan harga beras. "Ini adalah hari ketiga para pelajar dan mahasiswa mengadakan aksi “turun ke jalan” di Jakarta. Demonstrasi ini dilancarkan dalam rangka tuntutan agar pemerintah menurunkan harga beras dan harga barang-barang lain yang semakin meningkat dan tidak terbeli oleh rakyat."
Dua hari sebelumnya, 22 Januari 1968, sekelompok mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia) dan KPI melakukan aksi corat-coret menuntut dua hal.
Baca Juga: Harga Beras Naik? Ini 10 Rekomendasi Makanan Pengganti Nasi yang Bisa Dikonsumsi: Cocok Untuk Diet
Pertama, segera turunkan harga beras. Dan kedua, agar pimpinan-pimpinan negara yang gagal segera turun dan kepada Team Pemberantas Korupsi diminta agar mengumumkan serta menindak kaum koruptor.
Dikutip dari Kompas.Id, untuk meningkatkan produksi beras, selama periode 1963-1965, Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan Demonstrasi Masal Swasembada Bahan Makanan (DEMAS-SSBM) yang diawali pada tahun 1963 dengan pilot proyek di Karawang yang mampu meningkatkan hasil panen padi dua kali lipat. Proyek itu bekerja sama dengan Jawatan Pertanian Rakyat Karawang.
Adapun teknologi yang diterapkan adalah penggunaan benih unggul bermutu, pemupukan sesuai rekomendasi, pengendalian hama dan penyakit, pembimbingan petani, dan penyuluhan intensif. Keberhasilan proyek ditindaklanjuti dengan program DEMAS pada tahun 1965. Paket Panca Usaha Tani dilaksanakan secara utuh dan petani diberi bantuan sarana produksi seperti benih, pupuk, dan pestisida. Proyek ini kemudian berkembang menjadi Bimbingan Massal (BIMAS).
Meski demikian, program itu belum berhasil mewujudkan swasembada beras. Bahkan, awal tahun 1960-an terjadi krisis pangan sebagai imbas dari krisis politik. Saat itu, terjadi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok sampai 500 persen. Khusus untuk beras, kenaikannya mencapai 900 persen dari harga semula.
Di beberapa tempat, terjadi antrean masyarakat untuk membeli beras yang sangat mahal. Untuk meredam harga, pemerintahan Orde Lama melakukan kebijakan impor beras hingga 1 juta ton senilai hampir satu juta dolar AS.
Baca Juga: Bapanas Sebut Koreksi Harga Beras Dilakukan Usai Panen Raya 3,5 Juta Ton dan Impor 1,6 Juta Ton
Sementara di era Orde Baru, pada tahun 1967, Bimbingan Masal (BIMAS) yang dinilai sukses meningkatkan produksi padi kemudian dilembagakan dengan Keputusan Menteri Pertanian untuk lebih meningkatkan kinerja pelaksanaan intensifikasi pada beberapa sentra produksi padi.
Namun dalam perjalanannya, sektor pertanian terutama beras senantiasa menghadapi gejolak dan nasib petani yang belum sejahtera.
Sumber : Kompas TV/kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.