JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Wacth (ICW) mendorong Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi berkoordinasi dengan inspektorat KPK untuk memecat pegawai yang terlibat dalam kasus pelanggaran etik terkait pungli di rumah tahanan.
Demikian Peneliti ICW Diky Anandya merespons putusan Dewas KPK dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS TV, Selasa (20/2/2024).
“ICW mendorong agar Dewas dapat segera berkoordinasi dengan Inspektorat KPK agar semua pegawai yang terlibat dalam kasus ini dapat segera dipecat,” ujar Diky.
“Berangkat dari berkas putusan etik hari ini, maka Dewas dapat merekomendasikan kepada Inspektorat agar dapat menyatakan bahwa 90 pegawai telah melanggar Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2021 tentang disiplin PNS berupa penyalahgunaan wewenang. Dimana hukuman yang dapat diberikan berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c PP tersebut adalah pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.”
Baca Juga: PKS Tanggapi Usulan Ganjar untuk Gunakan Hak Angket: Kami Bahas dengan Saksama
Tidak hanya itu, Diky mengatakan ICW juga mendorong agar dengan adanya putusan etik ini, Dewas KPK dapat segera melakukan proses pemidanaan.
“Sebab, sebagaimana diketahui, bahwa proses penanganan perkara oleh KPK terhadap pegawainya sendiri ini sangatlah lamban,” ujar Diky.
“Jika ditarik mundur, Dewas sendiri telah melaporkan kepada pimpinan KPK sejak bulan Mei 2023, namun hinggat saat ini, KPK tak kunjung mengumumkan nama-nama tersangka.”
Selain itu, sambung Diky, ICW juga meminta KPK segera melakukan evaluasi guna memperkuat sistem pengawasan untuk memitigasi praktik-praktik korup di internal kelembagaannya.
Sebagai penegak hukum, mestinya KPK memahami bahwa rutan merupakan tempat yang rawan terjadi korupsi/
“Karena di sana para tahanan dapat berinteraksi secara langsung dengan pegawai KPK. Selain itu, tindakan jual-beli fasilitas yang disinyalir terjadi di rutan KPK saat ini juga bukan modus baru dan kerap terjadi pada rutan maupun lembaga pemasyarakatan lain,” kata Diky.
Dalam keterangannya, Diky menambahkan, putusan Dewas KPK terhadap pegawai yang terlibat pungli mengecewakan. Pasalnya, dalam putusan tersebut, dari 90 orang yang disidang, 78 orang di antaranya diberikan sanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka langsung sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3) Perdewas No. 3/2021, sementara 12 orang lainnya diserahkan kepada Sekretariat Jenderal KPK.
Baca Juga: Pengamat: Pertemuan Jokowi dan Surya Paloh Hanya untuk Bentuk Persepsi Publik
“Putusan tersebut tentu semakin menimbulkan kekecewaan di tengah runtuhnya kepercayaan publik kepada KPK,” kata Diky.
“Sebab jika ditarik akar persoalan mengapa hukuman yang diberikan hanya berupa permintaan maaf, bukanlah soal kualitas dari putusan dewas sendiri, sebab jika mengacu pada Perdewas 3/2021, sanksi tersebut adalah sanksi maksimal yang dapat diberikan. Lebih dalam lagi, akar permasalahannya terletak pada kewenangan terbatas Dewas KPK berdasarkan revisi UU KPK pada tahun 2019 lalu.”
Oleh karena itu, Diky mengatakan kasus ini menjadi gambaran jelas problematika UU KPK yang baru, di mana kewenangan self regulatory bodies atau pengelolaan SDM tidak lagi dilakukan secara mandiri.
“Pegawai KPK saat ini berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), yang artinya sistem kepegawaiannya tunduk ke dalam ketentuan rezim peraturan perundang-undangan ASN,” ucap Diky.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.