JAKARTA, KOMPAS.TV - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memeriksa mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Periode 2020-2021 Mochamad Ardian Noervianto di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Ardian Noervianto dimintai keterangan oleh penyidik KPK soal perkara suap pengurusan dana Pemulihan Ekonomi Nasional Kabupaten Muna di Kemendagri Tahun 2021-2022.
"Hari ini bertempat di Lapas Sukamiskin Bandung, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Mochamad Ardian Noervianto (MAN) selaku mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Baca Juga: Selain Pengadaan Sapi, KPK Selidiki Dugaan Korupsi Holtikultura di Kementerian Pertanian
Selain memeriksa Ardian, Ali menuturkan pada yang sama, penyidik KPK juga memeriksa dua saksi lain di Lapas Sukamiskin.
Mereka yakni mantan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Muna Sukarman Loke dan La Ode Muhammad Ruadianto Emba.
Ketiga orang yang diperiksa itu adalah terpidana dalam kasus suap pengurusan dana PEN di Kabupaten Kolaka Timur.
Adapun kasus tersebut terus dipelajari dan dikembangkan oleh penyidik KPK hingga berujung dengan kembali ditetapkannya Ardian sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional di Kabupaten Muna Tahun 2021-2022.
Selain Ardian, KPK menetapkan tiga tersangka lain, yakni Bupati Kabupaten Muna La Ode Muhammad Rusman Emba (LMRE), Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar (LMSA) dan pemilik PT Mitra Pembangunan Sultra (MPS) La Ode Gomberto (LG).
Baca Juga: KPK Periksa Anggota Komisi IV DPR Fraksi PDIP Vita Ervina terkait Kasus Syahrul Yasin Limpo
Asep mengatakan, penetapan empat tersangka tersebut merupakan bagian dari pengembangan penyidikan dalam kasus pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun 2021 di Kabupaten Kolaka Timur.
"Kenapa ini disebut pengembangan penyidikan karena perkara serupa sudah ditangani lebih dahulu di Kolaka Timur," kata Asep.
Untuk diketahui, Ardian saat ini telah menyandang status sebagai terpidana dalam perkara penerimaan suap terkait persetujuan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Tahun Anggaran (TA) 2021.
Ardian dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun dan diwajibkan untuk membayar pidana denda sebesar Rp250 juta ditambah dengan pembayaran uang pengganti sebesar 131 ribu dolar Singapura.
Menurut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Ardian terbukti melakukan perbuatan berdasarkan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Nawawi Pomolango Pastikan Kedatangan Firli Bahuri ke KPK Hanya sebagai Tamu
Ardian terbukti menerima Rp1,5 miliar dalam bentuk 131 ribu dolar Singapura dari Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya. Setelah Ardian menerima uang tersebut, ia lalu menerbitkan surat yang ditujukan ke Mendagri, yaitu surat No. 979/6187/Keuda pada 14 September 2021 mengenai Pertimbangan Atas Usulan Pinjaman PEN Kolaka Timur TA 2021 yang pada pokoknya menyatakan daerah tersebut dapat menerima pinjaman paling besar Rp151 miliar.
Namun, dana PEN tersebut tidak sempat cair karena Andi Merya terlebih dahulu diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada 21 September 2021 terkait penerimaan suap dana bencana alam yang dikelola BPBD Kolaka Timur.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.