Kompas TV nasional hukum

Lemhanas Sebut Aturan Ekspor Pasir Laut Atasi Masalah Sedimentasi yang Ganggu Pelayaran

Kompas.tv - 15 Juni 2023, 05:05 WIB
lemhanas-sebut-aturan-ekspor-pasir-laut-atasi-masalah-sedimentasi-yang-ganggu-pelayaran
Ilustrasi ekspor pasir laut. Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. (Sumber: KOMPAS/Pandu Wiyoga)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) menyebut aturan ekspor pasir laut dibuat untuk mengatasi masalah sedimentasi yang ganggu pelayaran di Indonesia.

Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto menjelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk memastikan keamanan dan keselamatan jalur pelayaran agar sejalan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.

"Yang saya pahami dari aturan itu (PP 26/2023 -red), paling utama tujuannya untuk mengatasi masalah sedimentasi di alur pelayaran kita," kata Andi saat jumpa pers di sela-sela acara Jakarta Geopolitical Forum Ke-7 2023 di Jakarta, Rabu (14/6/2023).

"Bahwa secara global, berdasarkan UNCLOS 1982, kita harus bertanggung jawab memastikan adanya keselamatan dan kebebasan navigasi di ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I, II, dan III; sehingga kita harus memastikan kedalaman di ALKI tersebut sesuai dengan standar global," imbuhnya dilansir dari Antara.

Oleh karena itu, menurut dia, pengerukan pasir sedimen di laut diperlukan apabila telah melampaui standar keamanan alur pelayaran.

Baca Juga: Soal Ekspor Pasir Laut, Jokowi: Itu Pasir Hasil Sedimentasi yang Ganggu Pelayaran dan Terumbu Karang

Ia juga mengatakan bahwa PP tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut itu tidak mengancam batas wilayah Indonesia.

"Kami memahami bahwa berdasarkan UNCLOS 1982 itu tidak dimungkinkan adanya perluasan wilayah laut, karena ada pergeseran batas maritim karena pembentukan pulau-pulau artifisial," jelas Andi.

Pasir laut hasil sedimentasi, kata dia, juga bernilai ekonomi yang harus dimanfaatkan negara.

"Kita kemudian bisa punya side product berupa pasir laut yang bisa digunakan paling utama untuk kebutuhan dalam negeri dan dalam aturan tersebut, (pasir laut) baru boleh diekspor kalau memang kebutuhan dalam negerinya sudah tercukupi," kata Andi.

Senada, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya juga menyebut pasir sedimen di Indonesia mengganggu pelayaran dan kelestarian terumbu karang.

"Ini sebetulnya yang di dalam PP (Peraturan Pemerintah) itu adalah pasir sedimen ya. Pasir sedimen yang mengganggu pelayaran, yang mengganggu juga terumbu karang,” kata Jokowi, Rabu (14/6/2023), sebagaimana dilaporkan Jurnalis Kompas TV Dipo Nurbahagia.

Baca Juga: Jokowi Bantah Aturan Ekspor Pasir Laut Dibuat demi Investasi Singapura di IKN: Tidak Ada Hubungannya

Di sisi lain, aturan pemerintah terkait ekspor pasir laut itu ditentang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena dianggap berbenturan dengan regulasi yang sudah ada.

Wilayah dengan pasir laut yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan, menurut PP No. 26 Tahun 2023, harus di luar kawasan IUP. Sementara itu, untuk pasir laut yang mengandung mineral, pengusaha yang akan memanfaatkannya harus mengajukan IUP terlebih dulu.

”Ini apa maksudnya, saya mohon agar aturan yang bertabrakan ini diklarifikasi. Sebab, seluruh aktivitas yang membutuhkan IUP harus di dalam wilayah IUP,” ujar Maman, Selasa (13/6) dilansir dari Harian Kompas.

Senada, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Nasdem, Rico Sia, mengatakan bahwa PP No. 26 Tahun 2023 ini bertentangan dengan Pasal 36 Undang-Undang (UU) No 3/2020 tentang Perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasalnya, aturan baru ini membolehkan pengusaha untuk mengeruk jika menemukan mineral, baru mengajukan IUP. Padahal, aturan sebelumnya mengharuskan pelaku usaha untuk mengajukan IUP sebelum mengeksplorasi dan memproduksi.


 



Sumber : KompasTV/Antara/Kompas.id



BERITA LAINNYA



Close Ads x