JAKARTA, KOMPAS.TV- Majelis Hakim menilai motif kekerasan seksual Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum.
Menurut hakim, motif yang lebih tepat adalah adanya perbuatan Nofriansyah Yosua Hutabarat yang membuat Putri Candawathi sakit hati.
Demikian Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam sidang vonis untuk Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
“Menimbang berdasarkan uraian pertimbangan di atas, majelis tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah melakuan pelecehan seksual atau perkosaan atau bahkan perbuatan yang lebih dari itu kepada Putri Candrawathi,” ucap Hakim Wahyu.
“Sehingga terhadap adanya alasan demikian harus dikesampingkan.”
Baca Juga: Peluk Foto Brigadir J, Rosti Simanjuntak Hadiri Vonis Sidang Ferdy Sambo
Dalam pernyataan, Hakim justru menganggap tudingan Putri Candrawathi terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat sebagai karangan belaka.
“Ada perbuatan dari korban Yosua yang membuat Putri Candrawathi sakit hati sehingga Putri Candrawathi kemudian membuat kesan atau cerita yang seolah-olah korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah melakuan pelecehan seksual atau perkosaan atau bahkan perbuatan yang lebih dari itu kepadanya,” ucap Hakim Wahyu.
“Dan hal tersebut pada tanggal 8 Juli 2022 disampaikan kepada terdakwa di rumah Jl Saguling saat Putri Candrawathi tiba dari Magelang.”
Dari cerita Putri Candrawathi kepada Ferdy Sambo di rumah Jl Saguling, Hakim menilai muncullah meeting of mind untuk melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Dengan melibatkan Kuat Maruf, Ricky Rizal Wibowo, dan juga Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Namun Hakim dengan tegas menyatakan tidak dapat keyakinan jika Nofriansyah Yosua Hutabarat telah melakukan kekerasan seksual atau perkosaan terhadap Putri Candrawathi.
Baca Juga: Ayah Baiquni Tidak Takut Hadapi Kekuatan Ferdy Sambo: Saya Dipercaya Bawa Senjata untuk Bela Diri
Terlebih sejak awal persidangan, Ferdy Sambo maupun Putri Candrawathi tidak dapat menunjukkan bukti yang dapat memperkuat adanya dugaan kekerasan seksual Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sambo, berdasarkan pertimbangan hakim, tidak menyertakan bukti visum et repretum atas dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi, padahal Sambo sebagai pejabat propam sewajarnya mengetahui pentingnya bukti tersebut.
Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo maupun Putri Candrawathi sejak pertama kali kasus Brigadir J tewas selalu mempertahankan narasikan adanya kekerasan seksual yang menjadi motif dalam penembakan di Duren Tiga.
Bahkan dalam proses persidangan, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mengatakan bentuk kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J adalah perkosaan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.