JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian diminta baca data soal korupsi di Indonesia imbas pernyataannya minta aparat penegak hukum tidak selidiki atau panggil kepala daerah saat bertugas.
Hal itu seperti disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana seraya menambahkan bahwa Mendagri Tito harus baca lagi soal fenomena korupsi politik di Indonesia.
"ICW menyarankan kepada saudara Tito Karnavian untuk membuka dan membaca data KPK terkait dengan fenomena maraknya korupsi politik di Indonesia," kata Kurnia dalam keterangannya Kamis (26/1/2023) malam.
Baca Juga: Minta Aparat Tak Selidiki Kepala Daerah, Mendagri Tito: Moril Jatuh, Mohon Pendampingan
Jika membaca data itu, kata dia, Mendagri Tito bakal ketemu data ada ratusan kepala daerah diproses hukum KPK.
"Bisa dibayangkan, sejak 2004 hingga 2022 setidaknya ada 178 kepala daerah diproses hukum oleh KPK," lanjut Kurnia.
Kurnia lantas mengatakan, data 178 kepala daerah yang terlibat rasuah itu menandakan praktik korupsi di daerah terbilang akut, kronis, dan mengkhawatirkan.
Maka dari itu, kata Kurnia menilai permintaan Tito keliru besar.
Apalagi, minta aparat penegak hukum tidak menyelidiki atau meminta keterangan dari kepala daerah dalam penanganan sebuah perkara menjadi janggal dan keliru.
Baca Juga: Belum Ada Kebijakannya, Aturan Kades Bertato Jadi Masukan untuk Kemendagri
Sebelumnya diberitakan KOMPAS.TV, Mendagri Tito minta Aparat hukum diminta untuk tidak menyelidiki atau memangil kepala daerah. Ditakutkan, para kepala daerah tidak eksekusi program-program lantaran takut kehadiran aparat.
"Jangan sampai ketakutan kepala daerah untuk kepada APH (aparat penegak hukum) karena dipanggil, dipanggil, lidik (penyelidikan), dipanggil, sidik (penyidikan), moril akan jatuh," ujar Tito dalam sambutannya di rapat koordinasi inspektorat daerah seluruh Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Tito latas menjelaskan, apabila kepala daerah diselidiki, maka mereka jadi tidak berani dalam mengeksekusi suatu program.
Efeknya, korban adalah rakyat lantaran program tidak terlaksana.
Sumber : Kompas TV/kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.