JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan menyoroti sejumlah pertanyaan yang dilontarkan pengacara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam sidang pembunuhan berencana Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Asep yang merupakan mantan hakim pun mengingatkan kepada pengacara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, bahwa pengadilan adalah tempat untuk mengadili bukan mengakali.
Apalagi, dalam persidangan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi terang-terangannya sudah meminta maaf atas dan menyesali perbuatannya.
Demikian Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Senin (14/11/2022).
“Sekarang kan (Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi) sudah minta maaf, kalau minta maaf menyesali, berarti perbuatan itu ada,” kata Asep Iwan Iriawan.
Baca Juga: Martin Lukas Minta Istri Ferdy Sambo Diperiksa soal Arisan Brondong untuk Cek Kepribadian
“Ketika perbuatan itu ada ya, pengadilan itu tempat mengadili bukan tempat mengakali. Jadi kalau sekarang di pengadilan dicari-cari kesalahan itu, kesalahan terdakwa.”
Di samping itu, Asep juga mengomentari perihal sejumlah keterangan saksi-saksi di persidangan yang membeberkan sisi negatif Brigadir J.
Menurut Asep, secara yuridis memberi pernyataan tentang orang yang sudah meninggal adalah kriminal sebagaimana diatur pada Pasal 320 dan 321.
Tak hanya itu, tambah Asep, meskipun Brigadir J punya sisi negatif tidak menjadi benar pembunuhan tersebut bisa dilakukan.
“Orang punya kepribadian ganda, orang banyak pacarnya, ke klub malam, emang harus dibunuh? Kan enggak,” ucap Asep.
Baca Juga: Martin Lukas: Istri Ferdy Sambo Dikelilingi Ajudan Laki-laki Semua, Itu Waras atau Tidak?
“Minimal, sudah kamu jangan jadi ajudan saya deh, kamu bikin malu, kalau itu memang terjadi, apalagi ini tidak ada berkasnya, baru cerita kan.”Pasal 320 berbunyi:
Barangsiapa melakukan perbuatan mengenai orang yang sudah mati jika sekiranya ia masih hidup perbuatan itu bersifat menista dengan surat dihukum penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu denda sebanyak-banyaknya Rp4.500
Pasal 321 berbunyi:
Barangsiapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya menghina atau menista orang yang sudah mati, dengan maksud supaya isi tulisan atau gambar yang menghina dan menista itu tersiar atau lebih tersiar, maka dihukum penjara selama-lamanya satu bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4500.
Baca Juga: Pakar: Brigadir J akan Disebut Penyandang Disabilitas jika Sambo Buktikan soal Kepribadian Ganda
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.