JAKARTA, KOMPAS.TV – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Periode 2003-2008 Prof. Jimly Asshidiqie mengenang sosok cendekiawan Nurcholis Madjid atau biasa disapa Cak Nur.
Kisahnya pun unik, apalagi jika disandingkan dengan Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Menurutnya, selama ini secara pemikiran Cak Nur berpengaruh besar dalam sejarah Keindonesiaan dan Keislaman di Indonesia sejak tahun 80-an hingga kini. Sama seperti halnya Gus Dur yang berada di level praktis.
Ia pun mengisahkan, Cak Nur ketika Ramadan tiba sering mengadakan diskusi setelah salat Isya sampai subuh tiba untuk membincang pemikiran Indonesia bersama para tokoh, termasuk Gus Dur.
Hal itu diungkapkan Jimly dalam peluncuran Center For Nurcholis Madjid Studies di Universitas Paramadina, Kamis (2/6/2022).
Ia pun mengisahkan, salah satu jasa yang membuat Cak Nur demikian berpengaruh adalah ketika ia jadi pusat berkumpulnya para tokoh pemikir negeri ini tahun 80-an.
Berdasarkan cerita dari Jimly, Cak Nur dikerubungi oleh para pemikir yang gelisah dan berpengaruh yang efeknya sampai hari ini, khususnya terkait dengan Indonesia dan demokrasi.
“Waktu itu ada banyak tokoh dan diskusinya bernas. Selain Cak Nur ya Gus Dur, Quraish Shihab, dan Alwi Shihab dan lain-lain. Kita biasa diskusi sampai subuh diskusi,” paparnya yang diikuti KOMPAS.TV secara daring, Kamis (2/6/2022).
Baca Juga: Mengenang Nurcholis Madjid, Pemikir dan Pembaharu Islam yang Ilmunya Terus Dikaji
Mantan Watimpres era Presiden SBY itu lantas menjelaskan, warisan pemikiran Cak Nur menjadi landasan demokrasi yang cukup kuat dan berpengaruh dalam sejarah Indonesia.
Lantas, ia pun membedakan antara Cak Nur dan Gus Dur dalam lanskap sejarah demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, kedua tokoh yang disebut dua tokoh Guru Bangsa tersebut sama, tapi ada yang membedakan.
“Cak Nur ama Gus Dur itu sama. Cak Nur itu pemikiran, Gus Dur itu praktik,” imbuhnya.
Ia pun menjelaskan, jika Gus Dur dalam bernegara langsung dengan aksi, salah satunya ketika berpolitik hingga jadi Presiden.
Maka, kata dia, Cak Nur berada di level wacana.
“Gus Dur gak sedikit politikus. Maka dari itu, tidak semua harus seperti Gus Dur. Ada yang harus seperti Cak Nur di level wacana," paparnya.
“Bagi saya, dua tokoh bangsa ini melakukan pembaruan pemikiran yang penting. Cak Nur di level wacana," paparnya.
Maka dari itu, menurutnya, proses wacana ini akan senantiasa berkembang dan sudah seharusnya dijadikan tatanan berpikir agar pemikiran keIndonesiaan tidak jumud.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.