JAKARTA, KOMPAS.TV - Seorang ahli epidemiologi dan paru-paru dari Albert Einstein College of Medicine, Simon Spivack, menyatakan bahwa tidak semua perokok aktif rentan terkena kanker paru-paru.
Sebab dalam sebuah studi terbaru, Spivack mendapati adanya peran genetik yang membuat seorang perokok aktif menjadi 'lebih tahan' dari serangan sel-sel kanker.
Penelitian tersebut menggunakan profil genetik yang diambil dari bronkus 14 perokok pasif dan 19 perokok aktif, baik yang intensitasnya ringan, sedang, maupun berat.
Melansir Science Alert, Kamis (26/5/2022), hasil studi itu menunjukan bahwa sel-sel yang berada di paru-paru perokok aktif cenderung kecil kemungkinannya untuk bermutasi menjadi kanker.
Baca Juga: Studi Terbaru: Polusi Global Sebabkan 9 Juta Kematian per Tahun, Sama seperti Rokok
Temuan tersebut tentu menggemparkan dunia kesehatan global, mengingat selama ini rokok dan asapnya dianggap sebagai pemicu utama kanker paru-paru.
Apalagi jika seseorang menjadi perokok aktif selama bertahun-tahun, mutasi sel-sel kanker di paru-parunya diyakini akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Namun, nyatanya penelitian tersebut mendapatkan hasil, sebagian perokok aktif itu memiliki gen perbaikan DNA yang lebih aktif sehingga mampu mencegah munculnya kanker paru-paru.
"Data kami menunjukkan bahwa orang-orang ini mungkin bertahan begitu lama, meski mereka perokok berat, karena gennya berhasil menekan akumulasi mutasi (sel-sel kanker) lebih lanjut," jelas Spivack.
Baca Juga: Perusahaan Farmasi Asal Finlandia Kenalkan Cara Baru Berhenti Merokok
"Sel paru-paru ini mampu bertahan selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dengan mengakumulasi mutasi (sel-sel kanker)," imbuhnya.
Lebih lanjut, studi terbaru itu pun dapat menjelaskan, mengapa 80 hingga 90 persen perokok seumur hidup bisa terhindar dari kanker paru-paru.
Alasannya, karena gen yang berkaitan dengan perbaikan DNA dan menghambat mutasi sel-sel kanker itu, sebetulnya dapat dimiliki oleh seseorang secara turun-temurun.
Alhasil, orang dengan gen perbaikan DNA lemah, akan lebih rentan terkena kanker paru-paru, walaupun bukan termasuk perokok aktif.
Hasil studi tersebut kemudian membuat ahli genetika bernama Jan Vijg tertarik untuk meneliti cara baru dalam menilai risiko seseorang terkena kanker paru-paru.
"Saat ini kami pun ingin mengembangkan tes baru yang bertujuan untuk mengukur kapasitas gen perbaikan DNA seseorang dalam detoksifikasi," ungkap Jan Vijg.
"Yang (disebutkan sebelumnya) dapat menawarkan cara baru untuk menilai risiko seseorang terkena kanker paru-paru," pungkasnya.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.