JAKARTA, KOMPAS.TV – Sekitar 2.500 bayi di Indonesia lahir dengan penyakit talasemia mayor per tahun. Jumlah tersebut berdasarkan perkiraan dari Kementerian Kesehatan RI.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular Kemenkes RI Elvieda Sariwati menjelaskan talasemia merupakan penyakit dengan kelainan sel darah merah yang diturunkan dari orang tua maupun keluarga terdekat.
Adapun, kelainan darah dengan kondisi jumlah protein pembawa oksigen kurang dari jumlah normal membuat pasien talasemia rawan mengalami penyakit komplikasi, seperti diabetes, patah tulang, hepatitis hingga kematian.
“Berdasarkan laporan dari Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, Indonesia masuk dalam kawasan 'sabuk talasemia' atau negara berisiko tinggi. Sebab, hampir sebagian besar penduduk berstatus sebagai pembawa sifat talasemia yang tersebar di berbagai suku di Indonesia,” ungkapnya dalam konferensi pers virtual bertema "Hati Thalasemia Sedunia" secara daring pada Selasa kemarin (10/5/2022).
Pada 2019, Kemenkes RI melaporkan pasien talasemia yang terdeteksi di Indonesia berjumlah 10.555 orang. Menurut Elvieda, jumlah itu diperkirakan terus meningkat dalam kurun dua tahun terakhir.
Dokter anak di RSCM Jakarta sekaligus perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pustika Amalia Wahidiyat mengungkapkan, seorang pasien talasemia membutuhkan perawatan medis berupa transfusi seumur hidup dengan biaya tanpa komplikasi berkisar Rp 30 juta hingga Rp 500 juta per tahun.
Pada saat terjadi komplikasi, maka diperlukan protokol medis transplantasi sumsum tulang dengan biaya berkisar Rp 2 miliar.
Baca Juga: Hidup dengan Penyakit Thalasemia
Dalam hal ini, pemerintah menghabiskan anggaran Rp 2,78 triliun untuk membiayai perawatan transfusi darah hingga obat-obatan bagi pasien talasemia pada tahun 2020.
"Dari sisi pembiayaan, menurut data BPJS Kesehatan 2020 beban pembiayaan kesehatan sejak tahun 2014 sampai tahun 2020 terus meningkat," kata Elvieda.
Pembiayaan talasemia ini menempati posisi kelima di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke.
Menurut Elvieda, penyakit tersebut dapat dicegah melalui deteksi dini. Tujuannya, untuk mengidentifikasi pembawa sifat talasemia agar tidak terjadi perkawinan sesama pembawa sifat.
Secara klinis ada tiga jenis talasemia, yakni talasemia mayor, talasemia intermedia, dan talasemia minor atau pembawa sifat.
Pasien talasemia mayor memerlukan transfusi darah secara rutin seumur hidup sebanyak dua hingga empat kali seminggu. Kemudian, pasien talasemia intermedia membutuhkan transfusi darah, tetapi tidak rutin.
Sedangkan, pasien talasemia minor secara klinis sehat, hidup seperti orang normal secara fisik dan mental, tidak bergejala dan tidak memerlukan transfusi darah.
Sampai saat ini, talasemia belum bisa disembuhkan, namun dapat dicegah kelahiran bayi talasemia mayor dengan cara menghindari pernikahan antarsesama pembawa sifat.
“Atau juga mencegah kehamilan pada pasangan pembawa sifat talasemia yang dapat diketahui melalui upaya deteksi dini terhadap populasi tertentu," tuturnya.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.