JAKARTA, KOMPAS.TV – Kaku pada leher dapat menjadi tanda khas seseorang termasuk anak mengalami meningitis.
Meningitis merupakan peradangan pada cairan dan selaput (meninges) yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Salah satu penyebabnya adalah bakteri Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), yang juga bisa menyebabkan pneumonia bila menyerang paru.
Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Vonny Ingkiriwang mengungkapkan, meningitis secara khas menyerang selaput otak sehingga ini bisa ditandai dengan adanya kaku pada leher
"Kalau kita menekukkan kepala sambil dia rebah, tidak bisa, karena terjadi kekakuan. Di sini kita bisa menduga anak sudah mengalami meningitis dan ini sangat berat," jelasnya dalam sebuah webinar kesehatan, dilansir dari Antara, Senin (28/3/2022).
Vonny melanjutkan, gejala meningitis juga bisa terlihat dari sulitnya pasien melihat sinar dan merasa silau. Ia terlihat seperti bingung karena infeksi di kepalanya menyebabkan sakit kepala berat dan terkena demam tinggi.
"Untuk memastikannya biasanya kami melakukan pemeriksaan cairan sumsum tulang," tuturnya.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Meningitis dan Gejalanya, Penyakit yang Diderita Glenn Fredly
Lebih jauh , Dokter spesialis penyakit dalam konsultan pulmonologi dr. Herikurniawan mengatakan, bakteri Streptococcus pneumoniae normalnya berada di hidung dan tenggorokan. Namun, saat dia keluar misalnya teraspirasi masuk ke dalam paru-paru maka menyebabkan terjadinya pneumonia.
"Kalau bakteri masuk ke darah mampir ke selaput otak menyebabkan meningitis. Kalau masuk ke telinga menyebakan infeksi pada telinga," kata Herikurniawan yang yang berpraktik di RSCM-FKUI.
Dari sisi penularan, bakteri bisa ditularkan dari orang yang terinfeksi pada orang lain melalui droplet misalnya, saat dia batuk dan bersin seperti Covid-19 dan TB paru.
"Makanya pentingnya orang dianjurkan pakai masker ketika sakit. Ketika dia berbicara atau batuk, kuman dapat tertampung di masker sehingga tidak menyebar di udara," tuturnya.
Adapun, kelompok yang berisiko terinfeksi bakteri Streptococcus pneumoniae sebagai salah satu penyebab pneumonia adalah anak berusia kurang dari 2 tahun.
Hal itu karena, antibodi yang didapatkan sejak seorang anak lahir dari ibu mereka, serta pemberian ASI pada usia mendekati 2 tahun umumnya sudah semakin habis.
Selain itu, ada juga pengaruh faktor lain yakni sistem kekebalan bayi masih belum matang sehingga bayi rentan terhadap penyakit infeksi akibat bakteri itu,
Lansia dan orang dengan kondisi komorbid walaupun bukan usia lanjut seperti pasien HIV, tidak mempunyai limpa sehingga imun kurang baik, orang dengan gangguan gagal ginjal, gagal hati, pasien diabetes dan cuci darah juga berada dalam kelompok berisiko.
Imunisasi dikatakan dapat melindungi tubuh dari risiko terkena penyakit infeksi. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan vaksin pneumokokus atau PCV untuk melindungi anak dari penyakit pneumokokus atau pneumonia.
Imunisasi PCV lengkap bisa diberikan pada bayi usia 2,4,6,12-15 bulan. Apabila terlambat dari jadwal, maka perlu berkonsultasi dengan dokter anak untuk mendapatkan imunisasi PCV. Pada usia dewasa, terdapat dua jenis vakin pneumokokus yakni, PCV13 dan PPSV23.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.