JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan, 17 anggota Polres Parigi Moutong telah diperiksa disertai penyitaan 13 unit senjata api.
Pemeriksaan terhadap personel Polres Parigi Moutong dilakukan oleh Propam Polda Sulteng dan Propam Polres Parigi Moutong.
Demikian Komnas HAM menyampaikan perkembangan Kasus “Tewasnya Warga Penolak Tambang di Parigi Moutong Sulawesi Tengah”.
“Telah dilaksanakan pemeriksaan terhadap 17 anggota Polres Parigi Moutong serta penyitaan 13 unit senjata api milik personil Polres Parigi Moutong oleh Propam Polda Sulteng dan Propam Polres Parigi Moutong,” kata Kepala Kantor Perwakilan Sulawesi Tengah Komnas HAM RI, Dedi Askary, Rabu (16/2/2022).
Dedi menuturkan 13 pucuk senjata api (Pistol) yang disita oleh Propam Polda Sulteng dan Propam Polres Parigi Moutong digunakan dalam upaya saintifik.
Baca Juga: Komnas HAM Sulteng Pertanyakan Sikap Polisi yang Biarkan Demo di Parigi Moutong Berlarut-larut
“Tepatnya uji balistik untuk mencocokkan atau membuktikan secara ilmiah sumber senjata api atau proyektil yang bersarang ditubuh almarhum Erfaldi,” ujarnya.
Dedi menambahkan, proses uji balistik senjata api milik Personil Polres Parigi Moutong menguatkan dugaan bahwa pelaku penembakan yang menyebabkan Erfaldi meninggal dunia adalah anggota dari Polres Parigi Moutong.
“Komnas HAM RI mengimbau agar proses pemeriksaan dan penyitaan senjata api ini, harus benar-benar dilakukan secara terbuka dan transparan,” ujarnya.
Lebih jauh, kata Dedi, Komnas HAM menekankan kepada pimpinan Polri baik di jajaran Polres maupun jajaran Polda Sulteng, untuk mengambil pelajaran berharga atas pengamanan massa aksi seperti ini.
“(Pengamanan massa aksi -red) Harus benar-benar dilakukan secara profesinal, bijak, dan manusiawi,” katanya.
Baca Juga: Soal Kasus Tewasnya Pendemo di Parigi Moutong, LPSK: Pelaku Mesti Dihukum, Para Saksi Harus Bersuara
Dalam keterangannya, Dedi mengatakan langkah atau upaya preventif perlu dilakukan aparat keamanan agar hal seperti ini tidak terjadi.
“Aksi massa yang berujung chaos minggu dini hari kemarin dengan cara melakukan pemblokadean jalan Nasional Trans Sulawesi, harusnya tidak lagi terjadi jika evaluasi atas pengamanan aksi-aksi sebelumnya dilakukan secara baik,” ucapnya.
“Termasuk identifikasi langkah aksi (pemblokadean jalan) pasti akan dilakukan sebagaimana aksi-aksi massa yang dilakukan sebelum-sebelumnya,” kata dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.