JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menilai terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati dapat diancam tambahan hukuman kebiri.
Herry Wirawan (36), seorang guru yang juga pengurus yayasan Pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, tengah mengundang amarah masyarakat karena ia memerkosa 13 anak didiknya hingga mengandung dan melahirkan anak.
Ancaman hukuman itu sesuai dengan Pasal 81 ayat 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016.
Demikian Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar dalam keterangannya seperti dikutip dari Antara, Jumat (10/12/2021).
“Kami mendukung proses peradilan yang sedang berlangsung serta mendorong penerapan hukuman yang tegas dan maksimum terhadap terdakwa yang telah melakukan perbuatan sangat keji terhadap anak yang ingin mendapatkan pendidikan terbaiknya,” kata Nahar.
Baca Juga: Puan Desak Pemerintah Segera Kirimkan Surpres RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Saat ini, kata Nahar, korban-korban telah mendapat pendampingan dari Lembaga Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak yang dikoordinasikan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Barat.
Dengan harapan, anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual dari gurunya bisa kembali ke keluarga dan masyarakat.
“Perhatian khusus diberikan untuk pendampingan psikososial agar anak korban pulih dan dapat kembali ke masyarakat,” kata Nahar.
Untuk kasus kekerasan seksual yang terjadi di dunia Pendidikan, Nahar pun meminta kepada semua pihak termasuk media untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi.
Sebab, korban berhak mendapatkan perlindungan identitas diri atau privasi demi menghindari dampak-dampak buruk lainnya.
Baca Juga: PPP: Perbuatan Herry Wirawan Menodai Nama Baik Pesantren dan Tak Manusiawi
Di samping itu, Nahar juga menuturkan Kemen PPPA berharap ada langkah pencegahan yang serius dari semua pihak, baik dari pengelola lembaga pendidikan maupun melibatkan pengawasan orangtua dan pihak-pihak lainnya.
“Kami juga mengharapkan orang tua turut mengawasi anaknya yang ditempatkan di lembaga pengasuhan atau pendidikan dan membangun komunikasi yang intens dengan anak sebagai bagian dari tanggung jawab pengasuhan yang tidak boleh dilepaskan begitu saja kepada lembaga tersebut,” ujar Nahar.
Selain itu, Nahar meminta kepada lembaga pengasuhan atau pesantren wajib memberikan orientasi kepada peserta didik untuk melindungi dirinya dari segala bentuk tindak kekerasan dan memiliki akses untuk melaporkan segala bentuk perlakuan yang diterima.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.