YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Fenomena La Nina yang sedang melanda kawasan Indonesia membuat pakar iklim dan bencana UGM Emilya Nurjani angkat bicara. Ia tidak menampik La Nina berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor.
Menurut Emilya, dampak La Nina ini adalah hujan yang cukup tinggi. Bahkan, di beberapa tempat menghasilkan hujan ekstrem di atas 100 milimeter per hari.
“Kondisi ini yang memicu bencana hidrometeorologi,” ujarnya, Rabu (24/11/2021).
Baca Juga: BMKG Sebut La Nina Mempengaruhi Musim Hujan Kali Ini, Masyarakat Harus Apa?
Ia menjelaskan, La Nina merupakan fenomena iklim dengan siklus tahunan per 2, 3, 5, 7 tahun sekali. Meskipun demikian, potensi curah hujan tinggi tidak hanya disebabkan La Nina. Sebab, siklon juga berpotensi mendatangkan curah hujan yang tinggi di wilayah Indonesia dan berisiko menciptakan bencana.
“Siklon juga menambah bencana gelombang tinggi di pesisir dan gelombang badai,” ucapnya.
Hampir semua wilayah Indonesia terkena dampak La Nina dengan tingkat risiko tidak sama. Bila terjadi siklon, maka mempunyai potensi dampak hingga wilayah 500 kilometer dari pusat siklon.
“Dan karena sikon terbentuk di lautan, dampak langsung memang bagi wilayah pesisir,” tuturnya.
Ia menilai, wilayah-wilayah yang rawan memiliki potensi banjir dan longsor seharusnya sudah dipetakan lewat mitigasi dan Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan prediksi.
Artinya, setiap ada curah hujan lebat, penduduk sudah harus melakukan evakuasi ke tempat yang aman yang sudah disediakan oleh pemerintah setempat. Oleh karena itu, perlu ada ronda malam untuk antisipasi banjir dan longsor atau mengaktifkan sirene bencana.
Baca Juga: Hadapi La Nina, Sulawesi Tengah Masih Memiliki 65 Persen Hutan
Terkait kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang akan mengosongkan ratusan waduk dan bendungan untuk menampung hujan yang datang saat La Nina, ia berpendapat tidak efektif. Alasannya, kondisi banyak waduk dan bendungan di Indonesia sekarang ini posisi ketinggian air sudah di titik terendah kecuali waduk-waduk besar.
“Apalagi yang mau dibuang? Kalau prinsip saya, volume waduk tidak dibuang semua, tetapi dikurangi per kejadian hujan,” kata Emilya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.