JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menyatakan bahwa penetapan Valencya Lim sebagai tersangka karena marahi suami yang mabuk merupakan tindakan hukum terbalik dan memperpanjang kekerasan.
Pernyataan itu disampaikan Mariana karena kehadiran Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang kemudian dipakai untuk menjerat Valencya Lim, tidak sesuai dengan dasar penciptaannya. Ia menyebutkan bahwa UU KDRT hadir sebagai upaya perlindungan perempuan yang rentan sebagai korban KDRT.
"UU KDRT itu sebetulnya diciptakan karena melihat fenomena kekerasan dalam rumah tangga itu terjadi pada perempuan," kata Mariana Amiruddin dalam program Dialog Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Jumat (19/11/2021).
Lebih lanjut, Mariana menegaskan bahwa ide awal kelahiran UU KDRT lantaran banyaknya perempuan yang menjadi korban dan rentan mengalami kekerasan.
Hal itu salah satunya dipicu oleh pemahaman bahwa istri dan suami tidak setara atau istri yang dianggap berada lebih di bawah dari suami.
Baca Juga: 7 Fakta Terbaru Kasus Valencya yang Dihukum 1 Tahun Penjara karena Marahi Suami Mabuk
"Jadi ide soal Undang-Undang itulah yang seharusnya dilihat bahwa jumlah korban KDRT itu justru terjadi pada istri. Karena istri itu tempatnya lebih di bawah dari suami sehingga dia rentan untuk mengalami kekerasan," ujarnya.
"Nah apabila ini (istri dijadikan tersangka -red) terjadi maka hukum menjadi membalikkan kebutuhan dan kekerasan itu dan memperpanjang istri sebagai korban. Artinya melakukan kekerasan yang berikutnya," sambungnya.
Oleh karena itu, Mariana menekankan bahwa seharusnya UU KDRT hadir sebagai upaya untuk memahami dan melindungi kaum perempuan. Terutama di tengah kondisi yang mana UU Perkawinan dinilai kurang memberi perlindungan kepada perempuan sebagai warga negara.
"Karena itu, ini sebetulnya tindakan yang terbalik terjadi pada pihak istri yang justru dia adalah korban KDRT. Dan semua orang tahu secara moral bahwa mabuk-mabukan, pulang malam, bertemu banyak perempuan di luar itu seharusnya tidak dilakukan oleh seorang suami," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Valencya Lim alias Nengsy Lim dituntut satu tahun penjara atas perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Valencya dianggap telah melakukan kekerasan psikis terhadap mantan suaminya, Chan Yung Chin, pria asal Taiwan.
Terkait tuntutan itu, ibu dua anak ini mengajukan keberatannya dan mengaku dikriminalisasi. Menurutnya, kemarahan itu merupakan pertengkaran rumah tangga biasa. Kendati demikian, suaminya justru membawa persoalan rumah tangga tersebut ke jalur hukum dengan alat bukti berupa voice note.
Valencya kemudian menyampaikan keberatan itu melaui pleidoi atau sidang pembelaan yang telah digelar di Pengadilan Negeri Karawang, Kamis (18/11/2021). Adapun voice note tersebut, kata Valencya disebut hanya disajikan berupa transkrip dan tidak utuh atau dipenggal-penggal dalam proses persidangan.
Baca Juga: Soal Kasus Valencya, Komnas Perempuan: Ketidakmampuan Aparat Penegak Hukum Pahami UU PKDRT
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.