JAKARTA, KOMPAS.TV - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut wacana perdagangan karbon dan karbon offset sebagai solusi palsu mengatasi krisi iklim.
Seperti diketahui, perdagangan karbon menjadi bagian dari pembahasan konferensi perubahan iklim COP26 yang akan digelar 1-2 November 2021 di Glasgow, Skotlandia.
Termasuk Indonesia menyatakan siap dengan semua infrastruktur kebijakan terkait perdagangan karbon tersebut.
Manajer Kampanye Iklim Walhi Yuyun Harmono berpendapat, penerapan karbon offset dalam mekanisme pasar dan perizinan alam menambah panjang rantai konflik dengan masyarakat.
Sebab, kata dia, hal tersebut akan berujung pada perampasan tanah dan hutan secara sistemik dengan kedok hijau dan pemulihan iklim.
Yuyun menambahkan, Pemerintah Indonesia masih memiliki pilihan yang jauh lebih menguntungkan dibanding perdagangan karbon, seperti mendorong pendanaan iklim non-pasar.
“Negara-negara maju harus memenuhi janji pembiayaan perubahan iklimnya, seperti Amerika yang berkomitmen memberikan pendanaan sebesar Rp.1.415 triliun setiap tahunnya,” kata Yuyun dilansir dari greenpeace.org, Senin (1/11/2021).
Baca Juga: KTT Iklim PBB atau COP26 Resmi Dibuka di Glasgow Skotlandia
Khalisah Khalid dari Greenpeace Indonesia mengatakan skema perdagangan karbon merupakan praktik greenwashing
“Setiap perusahaan yang mengumumkan dana untuk melindungi hutan melalui skema carbon offset hanya melakukan greenwashing jika mereka tidak berkomitmen secara sungguh-sungguh untuk menurunkan emisi mereka,” kata Khalisah.
Sudah saatnya Indonesia segera mengakhiri deforestasi, didukung oleh undang-undang dan kebijakan yang ketat, yang mengakui hak atas tanah masyarakat adat, melindungi hutan secara total, menghilangkan deforestasi melalui rantai pasokan industri berbasis lahan.
Alasan kenapa masyarakat adat, kata Khalish, karena praktek pengelolaan berkelanjutan terhadap sumberdaya alam yang mereka lakukan adalah solusi untuk krisis iklim.
Masyarakat adat adalah orang-orang yang menjaga hutan kita tetap berdiri dan hutan yang sehat sangat penting untuk iklim yang sehat. Hak-hak masyarakat adat dan lokal harus menjadi inti dari semua kebijakan perlindungan alam.
Tidak ada gunanya berbicara tentang perlindungan alam jika kita tidak melindungi hak orang-orang yang menjaga kelestarian hutan, menolak skema perdagangan karbon yang akan meminggirkan dan merampas hak masyarakat adat adalah bentuk kolonialisme baru melalui skema solusi palsu dalam isu perubahan iklim.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo turut hadir dalam KTT Pemimpin Dunia COP26 di Glasgow, Skotlandia tersebut.
Baca Juga: Serba-serbi KTT Iklim PBB: Apa Itu COP26, Inilah Fakta Kunci dan Penjelasannya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.