JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA Indonesia) Ray Rangkuti menilai langkah paling tepat dilakukan Presiden Joko Widodo bagi 56 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan adalah menempatkan kembali di KPK.
Sebab berdasarkan hasil temuan Ombudsman dan Komnas HAM, ditemukan pelaksanaan TWK pegawai KPK dalam alih status menjadi ASN tidak didasarkan pada penilaian yang objektif.
Demikian Ray Rangkuti merespons usulan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan menjadikan 56 pegawai KPK tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai ASN di Polri.
“Keahlian dan integritas mereka yang tinggi akan jauh lebih optimal jika ditempatkan di KPK. Sehingga tujuan kita mencegah korupsi dan memburu koruptor akan lebih berdaya,” katanya.
Baca Juga: Soal 56 Pegawai KPK Korban TWK Bakal Ditarik Polri, MAKI: Mereka Nanti Bisa Memperkuat Dit Tipidkor
Meski demikian, Ray menyambut baik usulan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan menjadikan 56 pegawai KPK tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai ASN di Polri.
Menurut Ray, usulan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dapat memulihkan nama baik 56 pegawai KPK yang distempel tidak memiliki wawasan kebangsaan.
“Tak terperikan bagaimana perasaan mereka dan keluarga mereka mendapat stempel tak setia pada NKRI justru setelah belasan tahun mereka menjadi ujung tombak penegakan hukum bagi para penjahat negara. Benar-benar ironi KPK,” kata Ray Rangkuti, Rabu (29/9/2021).
Selain dapat memulihkan nama baik, Ray menilai penempatan 56 pegawai KPK tak lolos TWK sebagai ASN Polri di bidang tipikor merupakan langkah tepat.
Mengingat bidang tersebut sesuai dengan keahlian yang dimiliki dan diasah oleh 56 pegawai KPK tak lolos TWK.
Baca Juga: Komnas HAM Berharap Bertemu Jokowi soal TWK KPK, Tapi Belum Dapat Konfirmasi dari Istana
“Mereka bukan saja ahli dalam mengejar koruptor dan membongkar korupsinya, tapi lebih dari itu, mereka kita kenal memiliki integritas yang tinggi untuk tugas yang sebenarnya sangat mudah mereka terjerembab di dalamnya,” ujar Ray.
“Tidak mudah menciptakan aparatur negara dengan integritas moral tinggi.”
Di samping itu, Ray juga berharap Presiden Jokowi sesegera mungkin untuk mengevaluasi kinerja Badan Kepegawaian Negara (BKN), khususnya Ketua BKN Bima Haria Wibisana. Sebab, di tangan merekalah kisruh ini bermula.
“Uniknya, bukannya dievaluasi, malah yang bersangkutan diperpanjang masa baktinya sekalipun dalam status Plt ketua BKN. Padahal, sesuatu ketentuan ASN, sejatinya ketua BKN adalah ASN aktif dari eselon Ia, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 40 ayat (1) PP No 58 Tahun 2013,” ujarnya.
“Sementara Pak Bima sendiri telah memasuki Batas Usia Pensiun (BUP). Tentu saja hal ini bertentangan dengan semangat menciptakan sirkulasi ASN yang lebih kompetitif.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.