JAKARTA, KOMPAS.TV - Penarikan pajak terhadap emisi karbon yang bakal dilakukan pemerintah menjadi perhatian beberapa pihak.
Tak terkecuali tenaga ahli di Tax Centre Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Titi Muswati yang meminta pemerintah melakukan pemetaan untuk pajak tersebut.
"Sebelumnya pemerintah telah memiliki pajak yang berkaitan dengan penurunan emisi karbon, maka perlu dipetakan agar tidak ada over tax burden," kata Titi dalam webinar mengenai pajak karbon, Senin (30/8/2021).
Selain itu, Titi juga menyoroti aturan pajak emisi karbon yang mesti dipertegaskan apakah nanti akan dilebur atau disilangkan.
Baca Juga: Catat! Aturan Baru Pajak Ini Bisa Berlaku Mulai Tahun Depan
Sebagai contoh, pemerintah pusat telah memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas bahan bakar minyak (BBM) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) atas kendaraan bermotor.
Sedangkan di tingkat provinsi, pemerintah daerah memiliki pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), dan pajak air permukaan.
Selain itu, Titi juga meminta pemerintah membuat insentif pajak karbon bagi pelaku industri yang telah berhasil menurunkan emisi gas buangan tersebut.
Untuk itu, pemetaan pun menjadi perlu dilakukan kembali, namun kali ini untuk insentif pajak karbon yang dapat diberikan.
Baca Juga: Bappenas: Pemungutan Pajak Karbon Harus Akuntabel dan Transparan
"Dalam kajian kami, ada beberapa rekomendasi, salah satu penerapan pajak karbon harus dilakukan secara bertahap. Dan penyempurnaan pajak yang telah ada seperti PPnBM juga perlu dilakukan," jelas Titi.
Selanjutnya, dalam waktu dekat, Titi menyarankan pemerintah mengenakan cukai atas komoditas yang menimbulkan emisi karbon melalui Peraturan Pemerintah.
Karena dibandingkan dengan undang-undang (UU), perumusan Peraturan Pemerintah membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat.
Kemudian untuk jangka panjang, pemerintah bisa melanjutkan pembuatan desain pajak karbon yang lebih komprehensif.
"Pembuatan pajak karbon sebaiknya dipisahkan dari RUU KUP (Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)," kata Titi.
"UU yang berkaitan dengan pajak karbon yang lebih teknis perlu dibuat secara transparan, komprehensif, dan inklusif berdasarkan suatu kajian ilmiah," pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.