Kompas TV nasional sapa indonesia

Ini Kata Pengamat Soal Kisruh Tes Wawasan Kebangsaan dan Permintaan Penundaan Pelantikan ASN

Kompas.tv - 31 Mei 2021, 23:15 WIB

KOMPAS.TV - Puluhan pegawai termasuk penyidik senior KPK yang aktif membongkar kasus besar korupsi gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Situasi ini bergulir menjadi polemik dan dituding sebagai jadi upaya terselubung, melemahkan independensi KPK melalui alih status kepegawaian menjadi ASN.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, 24 dari 75 pegawai yang tidak lulus, masih dapat dibina, sementara 51 lainnya memiliki catatan merah.

Kepala Badan Kepegawaian Negara, Bima Haria Wibisana, mengurai 3 aspek TWK ini, mencakup kepribadian, pengaruh dan PUNP atau Pancasila, UUD 1945 dan turunan Perundang-Undangan, NKRI serta pemerintah yang sah.

75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat berujung pelaporan pimpinan dan dewan pengawas KPK, ke Ombudsman dan Komnas HAM.

1.724 pegawai KPK yang lulus Tes Wawasan Kebangsaan, rencananya dilantik sebagai ASN 1 Juni 2021.

Sementara 51 pegawai yang tidak lulus akan berakhir masa kerjanya pada November 2021 nanti.

Namun, Pegawai KPK meminta penundaan sambil menunggu penyelesaian polemik 51 pegawai yang tidak diterima.

Permintaan penundaan pelantikan ini dikabarkan sebagai bentuk solidaritas terhadap pegawai yang tak lolos mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan sebagai salah satu syarat penerimanaan sebagai ASN.

Kabar ini dibenarkan oleh sejumlah pegawai KPK yang tak lolos tes kebangsaan.

Sujanarko mengatakan salah satu alasan penundaan adalah karena para pegawai yang lulus, meminta agar polemik soal Tes Wawasan Kebangsaan ini, harus diselesaikan terlebih dahulu. Ia menyebut perwakilan dari 75 pegawai yang tidak lulus TWK, mengapresiasi, dukungan yang diberikan pegawai KPK yang lulus.

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengaku tidak sependapat dengan beberapa pihak yang menyatakan TWK oleh KPK tidak berdasarkan hukum. 

Simak pembahasan selengkapnya bersama Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis dan Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul.




Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x