JAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) ke-8 Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin membahas perlindungan pekerja migran Indonesia. Jokowi menekankan pentingnya penyelesaian pembuatan MoU-MoU baru mengenai penempatan dan perlindungan pekerja domestik Indonesia di Malaysia.
“Selain itu, dua negara juga perlu membangun one channel system agar masalah penempatan tenaga kerja dapat dilakukan secara lebih baik untuk mencegah terjadinya para pekerja menjadi korban perdagangan manusia,” kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (5/2/2021).
Baca Juga: Jokowi Bertemu PM Muhyiddin Yassin, Bahas Nasib WNI di Malaysia
Dalam pertemuan dengan Muhyiddin Yassin, Jokowi juga menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas kerja sama perlindungan WNI di Malaysia. Terutama, kata Jokowi, di dalam situasi selama pandemi Covid-19.
“Saya Kembali menitipkan WNI di Malaysia kepada pemerintah Malaysia,” ucap Jokowi.
Selain itu, Jokowi mengatakan dalam pertemuan dengan Muhyiddin Yassin dibahas juga perihal sawit. Dalam harapannya, Jokowi ingin komitmen Malaysia untuk ikut melawan diskriminasi terhadap sawit. Kemudian, Jokowi juga menyampaikan pentingnya ASEAN segera menyelesaikan ASEAN Travel Corridor Framework.
Membahas isu Kawasan ASEAN, Jokowi menyampaikan keprihatinannya terhadap dinamika politik yang terjadi di Myanmar. Jokowi berharap perbedaan politik di Myanmar dapat diselesaikan dengan tetap menghormati prinsip-prinsip Piagam ASEAN. Terutama prinsip rule of law, good governance, demokrasi HAM, dan pemerintahan yang konstitusional.
Baca Juga: Rendang Jadi Santap Siang Jokowi dan Muhyiddin Yassin
“Kita minta dua Menteri luar negeri berbicara dengan chair ASEAN guna menjajaki dilakukannya pertemuan khusus Menteri luar negeri ASEAN mengenai perkembangan Myanmar,” ujar Jokowi.
Terakhir dalam pembahasan di pertemuan ini, Jokowi dan Muhyiddin Yassin bertukar pikiran soal stabilitas keamanan kawasan.
“Saya menakankan, bahwa stabilitas akan tercipat termasuk di Laut China Selatan jika semua negara menghormati hukum internasional, terutama UNCLOS 1982,” katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.