Kompas TV nasional peristiwa

Beda Pandangan Pengamat Hukum Pidana dan Hukum Tata Negara Terkait Keputusan Pelarangan FPI

Kompas.tv - 2 Januari 2021, 21:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kapolri Jenderal Pol Idham Azis menerbitkan maklumat bernomor Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) pada Jumat (1/1/2021).

Adapun penerbitan maklumat ini merujuk surat keputusan bersama (SKB) nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Pemerintah menyampaikan sejumlah alasan pelarangan FPI melakukan kegiataannya di ruang publik. Salah satunya adalah banyaknya kasus hukum yang menjerat anggota dan pimpinannya. Namun sebagian kalangan ada yang mengkritik langkah pemerintah ini.

Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menyebutkan jika Pemerintah terkesan otoritarian dalam pelarangan FPI. Hal ini didasarkan dengan cara pemerintah yang sepihak. Feri menyebutkan jika menilik dari UU Ormas yang kemudian jadi Perppu, disitu dijelaskan adanya aturan pembubaran dan pelarangan kegiatan ormas menggunakan mekanisme teguran dan putusan di pengadilan tidak boleh serta-merta begitu saja dari Pemerintah.

Dengan kata lain, pemerintah seharusnya wajib memberlakukan teguran 3 kali terlebih dahulu namun jika tak diindahkan maka pemerintah berwenang untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan membawanya ke pengadilan. Kedua mekanisme inilah yang 'dipangkas' oleh Pemerintah terkait pelarangan kegiatan, atribut dan simbol dari FPI. Bahkan jika mengacu pada UUD 1945 pasal 28, 28 C, 28 D, 28 I, setiap warga negara dijamin untuk berkumpul, berserikat dan menyatakan pendapat. 

Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Asep Iwan Iriawan  menyebutkan langkah pemerintah melarang FPI ini sudah jelas karena adanya kegiatan tindak pidana dan dugaan keterlibatan terorisme. 




Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x