Kisruh di tubuh KPK adalah ujian bagi KPK yang dipimpin Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri dan kekuatan politik yang kemungkinan menopangnya.
Konflik tidak berkesudahan di tubuh KPK berawal dari putusan Firli bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menyatakan 75 pegawai KPK tidak memenuhi syarat sebagai Aparatur Sipil Negara.
Alat yang digunakan adalah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Seorang psikolog mengatakan, Tes Wawasan Kebangsaan lazim dilaksanakan untuk menjadi ASN.
Ada instrumen psikologi yang disebut-sebut bisa mengukur kecenderungan seseorang. Namun, cara pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan yang sejak awal tidak transparan, telah membuat kisruh KPK dan berkesudahan.
UU KPK hasil revisi menyebut alih-status bukan seleksi.
Sebelum KPK mengumumkan hasil alih status, Mahkamah Konstitusi yang menguji formil UU KPK sudah mengeluarkan pertimbangan berbunyi:
“Dengan adanya pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN… pengalihan status tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat sebagai ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan tersebut.
Sebab para pegawai KPK selama ini ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan.
Di antara 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan, ada yang sudah bekerja di KPK sejak lembaga itu berdiri. Mereka telah membongkar sejumlah kasus korupsi, mengejar buronan di luar negeri dan memulangkannya ke tanah air.
Mereka yang dinonakfitkan berasal dari berbagai latar belakang suku dan agama. Putusan MK itu diperkuat arahan Presiden Jokowi pada tanggal 17 Mei 2021.
Presiden Jokowi mengatakan, hasil Tes Wawasan Kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai kpk yang dinyatakan tidak lolos tes.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.