SEOUL, KOMPAS.TV – Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menghadapi potensi diadili atas tuduhan pengkhianatan terhadap negara dan terancam hukuman mati setelah oposisi mengajukan proses pemakzulan atas tindakannya mendeklarasikan darurat militer yang menuai kontroversi.
Sesuai hukum yang berlaku di Korea Selatan, pengkhianatan terhadap negara dapat dijatuhi hukuman seumur hidup atau hukuman mati.
Proses pemakzulan ini telah memicu gelombang protes di luar gedung Majelis Nasional dan membuka perdebatan mengenai penggunaan hukuman mati yang masih legal meskipun eksekusi terakhir dilakukan pada 1997.
Oposisi menuding Yoon mencoba melakukan kudeta dengan memobilisasi militer, melarang aktivitas partai politik, dan memblokade akses ke gedung parlemen selama periode singkat darurat militer yang diumumkan Selasa (3/12/2024) malam, yang kemudian dibatalkan.
Tindakan itu dianggap melanggar konstitusi, yang hanya mengizinkan darurat militer dalam situasi perang atau krisis besar.
Namun, kubu pendukung Yoon membantah dan memberi pembelaan bahwa deklarasi tersebut memiliki dasar hukum.
Status Korea Selatan yang masih secara teknis dalam kondisi perang karena Perang Korea belum berakhir secara resmi, menjadi argumen utama pembelaan Yoon.
Baca Juga: Rakyat Korea Selatan Gelar Demonstrasi Besar Besok, Tuntut Yoon Suk Yeol Mundur dari Presiden
Dilansir Telegraph, pengkhianatan terhadap negara merupakan salah satu kejahatan paling serius di Korea Selatan.
Berdasarkan Pasal 87 dan 92 Undang-Undang Pidana Korea Selatan, tindakan ini dapat dihukum mati. Meski begitu, hukuman mati telah menjadi isu sensitif di negara ini.
Walaupun secara hukum masih berlaku, Korea Selatan dianggap berada dalam "moratorium de facto" karena tidak melakukan eksekusi selama lebih dari dua dekade.
Proses pemakzulan terhadap Yoon telah diajukan ke Majelis Nasional dan akan diputuskan melalui pemungutan suara pada Sabtu (7/12/2024) malam waktu setempat.
Untuk meloloskan mosi ini, diperlukan dukungan dua pertiga atau 200 dari 300 anggota parlemen.
Saat ini, oposisi menguasai 192 kursi dan memerlukan tambahan dukungan dari 18 anggota partai Yoon.
Tidak semua anggota partai Yoon mendukungnya. Beberapa anggota faksi anti-Yoon mengkritik deklarasi darurat militer dan menyebutnya inkonstitusional, meskipun mereka menolak mendukung pemakzulan.
Jika mosi ini disetujui, Yoon akan segera diskors dari jabatannya, dan Mahkamah Konstitusi akan memiliki waktu hingga enam bulan untuk menentukan apakah pemakzulan tersebut akan bersifat permanen.
Baca Juga: Tiga Komandan Militer Korea Selatan Diberhentikan Terkait Polemik Darurat Militer
Sumber : Telegraph/Euro News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.