BEIJING, KOMPAS TV - Presiden China Xi Jinping gerak cepat alias gercep. Pada Senin (23/9/2024), ia mengucapkan selamat dan menyatakan keinginannya untuk memperdalam kerja sama dengan Sri Lanka di bawah kepemimpinan Anura Kumara Dissanayake yang baru dilantik.
Hal ini diungkapkan Xi saat memberikan ucapan selamat atas pelantikan Dissanayake sebagai Presiden Sri Lanka pada Senin (23/9), menurut laporan media pemerintah China.
Salah satu unggulan kerja sama yang ditawarkan China adalah proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative atau BRI).
Dissanayake, yang dikenal sebagai seorang Marxis, dilantik di Sekretariat Kepresidenan di Colombo pada Senin (23/9). Ia berjanji untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia politik di tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan di negaranya.
Dalam pesannya, Xi Jinping menekankan ia sangat memperhatikan perkembangan hubungan China-Sri Lanka dan bersedia bekerja sama dengan Dissanayake untuk melanjutkan persahabatan tradisional kedua negara serta meningkatkan kepercayaan politik bersama.
“Saya sangat mementingkan perkembangan hubungan China-Sri Lanka dan ingin bekerja dengan Tuan Presiden untuk melanjutkan persahabatan tradisional kita, meningkatkan kepercayaan politik bersama," kata Xi dalam pesannya yang dilaporkan oleh CCTV, media pemerintah China.
Xi juga menyampaikan harapannya agar kerja sama bilateral di bawah BRI akan 'berbuah lebih banyak', menambah manfaat bagi kedua negara.
Baca Juga: Anura Kumara Dissanayake Terpilih Jadi Presiden Sri Lanka 2024: Hari Ini Dilantik, Berikut Profilnya
Sri Lanka saat ini sedang berusaha keluar dari krisis ekonomi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Proyek-proyek besar dengan utang tinggi dari China di bawah BRI sebagian dianggap sebagai penyebab krisis tersebut.
BRI, sebuah proyek infrastruktur masif yang menjadi pilar utama dalam upaya Xi memperluas pengaruh China di luar negeri, sering dikritik oleh pihak Barat karena dianggap menjebak negara berkembang dalam utang yang tidak berkelanjutan.
Namun, sejumlah pemimpin dan penelitian dari lembaga think-tank global, seperti Chatham House di London, membantah teori “jebakan utang” ini. Para pemimpin tersebut menunjukkan BRI sebenarnya membawa manfaat bagi negara-negara yang terlibat.
Contohnya, pada Desember 2017, karena tidak mampu membayar pinjaman besar dari China, Sri Lanka menyerahkan Pelabuhan Hambantota di bagian selatan pulau tersebut kepada perusahaan China melalui sewa 99 tahun senilai US$1,12 miliar atau sekitar Rp17 triliun. Kemudian, pada 2022, Sri Lanka gagal bayar atas utang luar negerinya, yang menyebabkan kekurangan pangan, bahan bakar, dan obat-obatan selama beberapa bulan.
Baca Juga: Demi Berhemat di Tengah Krisis, Sri Lanka Pangkas Sepertiga Kekuatan Militernya hingga Tahun 2030
Saat ini, China adalah kreditur bilateral terbesar bagi Sri Lanka, dengan nilai pinjaman mencapai US$4,66 miliar dari total US$10,58 miliar yang dipinjam Sri Lanka dari berbagai negara.
Pada 2023, Dana Moneter Internasional (IMF) menyetujui paket bailout senilai US$2,9 miliar untuk menyelamatkan ekonomi Sri Lanka. China juga sepakat untuk merestrukturisasi pinjaman yang diberikan kepada negara tersebut.
Pada bulan September, Sri Lanka berhasil mencapai kesepakatan dengan pemegang obligasi internasional untuk menyelesaikan restrukturisasi utang yang sudah lama ditunggu-tunggu, memberikan harapan baru bagi stabilitas ekonomi negara tersebut. Dalam konteks ini, kerja sama antara Sri Lanka dan China di bawah BRI menjadi semakin signifikan.
Xi Jinping menegaskan kerja sama antara China dan Sri Lanka tidak hanya akan terus berkembang, tetapi juga akan memberikan manfaat yang lebih luas bagi kedua bangsa. “Kami akan mempromosikan kemajuan yang stabil dalam bantuan timbal balik yang tulus antara China dan Sri Lanka serta kemitraan strategis yang sudah terjalin lama. Ini akan menciptakan lebih banyak manfaat bagi rakyat kedua negara,” tambah Xi.
Sumber : Straits Times / Xinhua
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.