RAFAH, KOMPAS.TV - Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu mengumumkan ia telah memerintahkan militer menyiapkan rencana evakuasi warga Rafah di selatan Gaza menjelang invasi darat, Jumat (9/2/2024).
Israel melakukan serangan udara ke Rafah yang penuh sesak pada Jumat dini hari, beberapa jam setelah pejabat pemerintahan Biden dan lembaga bantuan memperingatkan Israel agar tidak memperluas serangan darat di Gaza ke Rafah. Di kota itu, lebih dari setengah dari 2,3 juta penduduk Gaza mencari perlindungan, seperti dilaporkan Associated Press.
Serangan udara pada Kamis malam dan Jumat menghantam dua bangunan hunian di Rafah. Dua lokasi lainnya di pusat Gaza juga dibom, termasuk sebuah taman kanak-kanak yang diubah menjadi tempat perlindungan bagi warga Palestina yang mengungsi. AP melaporkan sebanyak 22 orang tewas.
Pada Kamis (8/2), Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan perilaku Israel dalam perang di Gaza sudah "melampaui batas". Ini menjadi kritik paling keras AS terhadap sekutu dekatnya dan ungkapan kekhawatiran atas jumlah kematian warga sipil yang melonjak di Gaza.
Kementerian Kesehatan di Gaza pada Jumat mengatakan jumlah kematian warga Palestina secara keseluruhan kini mendekati 28.000 orang. Sekitar dua pertiga di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, sementara ribuan jasad warga Gaza masih terperangkap di puing-puing yang sebagian besar juga terdiri dari perempuan dan anak-anak.
Niat Israel untuk memperluas serangan daratnya ke Rafah juga menimbulkan protes publik yang tidak biasa di Washington.
Baca Juga: Menlu AS Pulang Tanpa Hasil Setelah Penolakan Terbuka Netanyahu Soal Poin Negosiasi dengan Hamas
"Kami belum melihat bukti perencanaan serius untuk operasi seperti itu," kata Vedant Patel, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Kamis. Melanjutkan serangan semacam itu sekarang, "tanpa perencanaan dan sedikit pemikiran di area di mana sejuta orang mencari perlindungan, akan menjadi bencana."
John Kirby, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, mengatakan serangan darat Israel di Rafah "bukan sesuatu yang akan kami dukung."
Komentar tersebut menandakan gesekan yang semakin keras antara AS dan Netanyahu, yang ngotot meraih "kemenangan total" dalam perang ini. Di saat yang sama, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berada di Israel untuk mendorong kesepakatan gencatan senjata sebagai imbalan pembebasan puluhan sandera yang dipegang oleh Hamas.
Pejabat lembaga bantuan juga mengeluarkan peringatan atas prospek serangan Rafah. "Kami perlu agar rumah sakit, tempat perlindungan, pasar, dan sistem air terakhir di Gaza tetap berfungsi," kata Catherine Russell, kepala badan anak-anak PBB, UNICEF. "Tanpa itu, kelaparan dan penyakit akan melonjak, merenggut lebih banyak nyawa anak-anak."
Dengan perang yang telah memasuki bulan kelima, pasukan darat Israel masih fokus pada Kota Khan Younis, tepat di utara Rafah, tetapi Netanyahu telah berkali-kali mengatakan bahwa Rafah akan menjadi sasaran berikutnya, menciptakan kepanikan di antara ratusan ribu orang yang mengungsi.
Kata-kata Netanyahu juga membuat khawatir Mesir yang mengatakan bahwa operasi darat di daerah Rafah atau pengungsian massal melintasi perbatasan akan merusak perjanjian perdamaian 40 tahun mereka dengan Israel. Perbatasan Gaza-Mesir yang sebagian besar tertutup juga merupakan titik masuk utama bantuan kemanusiaan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.