JERUSALEM, KOMPAS.TV - Israel memberikan persetujuan awal kepada Amerika Serikat terkait penempatan pasukan internasional di Jalur Gaza setelah berakhirnya konflik saat ini, demikian dilaporkan oleh saluran penyiaran publik Israel, KAN, pada hari Kamis, (16/11/2023).
"Utusan Timur Tengah Gedung Putih, Brett McGurk, sudah diberitahu tentang keputusan Israel," kata KAN.
Setelah tiba di Israel hari Rabu sebagai bagian dari tur regional, McGurk mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
KAN, mengutip dua sumber Israel, mengatakan pembicaraan antara utusan AS dan pejabat Israel berfokus pada penempatan pasukan internasional di Gaza setelah berakhirnya perang.
Pejabat Israel memberi tahu utusan AS bahwa Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah tidak akan dapat memerintah Gaza setelah perang, demikian disampaikan oleh penyiar tersebut.
Selain dari pembunuhan massal dan kengerian yang dihasilkan dari serangan kontroversial Israel selama sebulan terakhir, banyak analis kebijakan luar negeri yang mempertanyakan apa tujuan akhir Israel dalam konflik ini, dan apakah Israel benar-benar punya tujuan akhir tersebut.
Israel telah meluncurkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober.
Baca Juga: Militer Israel Foto Lansia di Gaza seolah Menolong untuk Propaganda, setelah Itu Dibunuh
Menurut data terbaru dari otoritas Palestina, setidaknya 11.500 warga Palestina tewas, termasuk sekitar 7.900 perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 29.800 lainnya terluka. Sementara itu, jumlah kematian Israel mencapai 1.200, menurut data resmi.
Layanan internet dan telepon kolaps di seluruh Jalur Gaza pada hari Kamis, (16/11/2023) karena kekurangan bahan bakar, demikian diumumkan oleh penyedia layanan utama Palestina seperti laporan Associated Press, Kamis, (16/11/2023)
Kenyataan ini membawa ancaman akan terjadinya blackout komunikasi jangka panjang, terlebih saat Israel mengisyaratkan serangannya berikutnya akan menargetkan selatan Gaza, di mana sebagian besar penduduk mencari perlindungan.
Sementara itu, pasukan Israel untuk hari kedua mencari Rumah Sakit Shifa di utara mencari jejak Hamas. Mereka memperlihatkan senjata yang mereka katakan ditemukan tersembunyi di satu bangunan, tetapi belum merilis bukti apapun tentang pusat komando Hamas yang disebut Israel tersembunyi di bawah kompleks tersebut.
Hamas dan staf rumah sakit, yang merupakan rumah sakit terbesar di Gaza, membantah keras tuduhan Israel tersebut.
Ketidakmampuan komunikasi ini mengancam memperburuk krisis kemanusiaan yang parah di selatan Gaza, di mana serangan udara Israel terus berlanjut. Makanan, air, dan listrik semakin sulit didapat, dan PBB kesulitan akibat kekurangan bahan bakar sendiri untuk menyampaikan bantuan dan membantu rumah sakit tetap beroperasi.
Sumber : Anadolu / Associate Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.