WASHINGTON, KOMPAS.TV - NATO terpecah setelah ulah Amerika Serikat (AS) yang ingin kirim bom klaster atau munisi tandan untuk Ukraina.
Presiden AS, Joe Biden mengeluarkan keputusan mengejutkan untuk mengirim bom klaster untuk Ukraina.
Pihak AS berpendapat penting bagi mereka untuk memberikan Ukraina bom kluster, karena amunisi mereka menipis.
Bom klaster atau bom tandan itu dikenal sangat berbahaya dan dilarang digunakan oleh lebih dari 120 negara yang sudah menandarangani perjanjian anti-bom kluster.
Baca Juga: Sniper Ukraina Tembak Mati Komandan Rusia dari Jarak 1,7 Km, Terjauh dalam Perang Ukraina
Bom klaster biasanya melepaskan banyak bom kecil yang dapat membunuh tanpa pandang bulu di area yang luas.
Bom yang tak meledak dapat bertahan di tanah selama bertahun-tahun sebelum meledak.
Langkah itu pun membuat sekutu AS di NATO menentang keras rencana tersebut.
Dikutip dari BBC, anggota NATO, Selandia Baru pada Minggu (9/7/2023), menegaskan bom klaster akan menyebakan dampak besar bagi orang tak bersalah.
Anggota NATO lainnya, Kanada dan Spanyol juga menambnhkan tentangan terhadap rencana Biden.
“Tidak untuk bom klaster dan ya untuk pertahanan legitimasi Ukraina, yang kami mengerti seharunya tak dilakukan dengan bom kluster,” ujar Menteri Pertahanan Spanyol, Margarita Robles.
Perdana Menteri Inggris, Rushi Sunak, meski tak mengkritik AS secara lalu, namun menegaskan bahwa Inggris salah satu dari 123 negara yang menandatangani Konvensi Amunisi Klaster.
Tetapi Jerman, salah satu penandatangan konvensi dan anggota NATO, mengatakan meski mereka tak akan memberikan senjata seperti itu ke Ukraina, mereka mengaku mengerti posisi AS.
Baca Juga: Trauma Dibombardir Amerika, PM Kamboja Minta Ukraina Tak Pakai Bom Curah AS
Ukraina sendiri berjanji senjata tersebut tak akan digunakan di area warga sipil, dan akan mengawasi serta melaporkan penggunaannya.
Tetapi, Rusia menegaskan bahwa keyakinan tersebut tidak berarti apa-apa.
Rencana pemberian bom klaster itu dilakukan AS jelang pertemuan NATO di Vilnius, Lithuania, Selasa (11/7/2023).
Peningkatan stok amunisi dan meninjau rencana pertahanan akan menjadi agenda.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.