TASHKENT, KOMPAS.TV - Masyarakat Uzbekistan memberikan persetujuan yang sangat besar dalam sebuah referendum untuk perubahan konstitusi yang menjanjikan reformasi hak asasi manusia, tetapi juga memungkinkan presiden negara untuk tetap berkuasa hingga tahun 2040.
Hal ini diungkapkan komisi pemilihan pusat negara itu, Senin (1/5/2023), seperti laporan Associated Press.
Lebih dari 90 persen warga yang mencoblos hari Minggu memberikan suara setuju untuk usulan tersebut, yang sangat dipromosikan oleh pemerintah, menurut komisi tersebut.
Hampir 85 persen dari pemilih yang memenuhi syarat ikut serta, kata komisi pemilihan Uzbekistan.
Perubahan-perubahan tersebut termasuk memperpanjang masa jabatan presiden dari lima menjadi tujuh tahun, sementara mempertahankan batas dua periode yang ada.
Meskipun Presiden Shavkat Mirziyoyev sedang menjabat dalam periode keduanya, perubahan masa jabatan akan memungkinkannya untuk mencalonkan diri dua kali lagi setelah masa jabatannya saat ini berakhir pada tahun 2026.
Perubahan-perubahan lainnya termasuk penghapusan hukuman mati dan peningkatan perlindungan hukum bagi warga negara, termasuk mereka yang dituduh melakukan kejahatan.
Baca Juga: Pemilih Uzbekistan Jalani Referendum Konstitusi, di Antaranya Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Di bawah pendahulunya, Islam Karimov, Uzbekistan adalah salah satu negara paling represif di kawasan tersebut.
Mirziyoyev, yang mengambil alih setelah Karimov meninggal pada tahun 2016, memuji perubahan konstitusi sebagai tanda bahwa Uzbekistan akan menjadikan kebebasan dan hak asasi manusia sebagai prioritas utama.
Referendum ini awalnya direncanakan pada tahun lalu, tetapi ditunda setelah kerusuhan mematikan di wilayah Karakalpakstan saat diumumkan bahwa perubahan akan mencakup mencabut hak Karakalpakstan untuk memilih akan memisahkan diri atau tidak.
Meskipun kemungkinan pemisahan diri sangat kecil, usulan itu membuat penduduk dari republik miskin dan terpuruk lingkungan itu yang menyumbang sepertiga wilayah Uzbekistan tetapi hanya memiliki sekitar 5 persen dari 36 juta penduduk negara itu menjadi marah.
Kerusuhan massa pecah di ibu kota Karakalpak, Nukus, hingga menyebabkan setidaknya 18 orang meninggal dalam bentrokan dengan polisi.
Paket perubahan konstitusi baru tersebut mempertahankan hak pemisahan diri Karakalpakstan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.