MOGADISHU, KOMPAS.TV - Bulan Ramadan 1444 Hijriah mesti diperingati secara prihatin oleh mayoritas penduduk Somalia. Pasalnya, Ramadan tahun ini bertepatan dengan kekeringan terpanjang yang pernah tercatat di negara itu.
Kekeringan parah membuat lebih dari satu juta penduduk Somalia mesti meninggalkan rumah. Sepanjang 2022, sekitar 43.000 penduduk Somalia pun diperkirakan meninggal dunia terkait kekeringan.
Selain itu, naiknya harga pangan memperumit situasi bagi keluarga-keluarga Somalia yang berpuasa. Selama kekeringan, masyarakat Somalia pun telah merasakan kerugian pangan, gagal panen karena musim hujan tak datang lima kali beruntun dan jutaan ternak mati.
Baca Juga: Sedikitnya 57 Orang Tewas di Somaliland menyusul Keputusan Pemimpin Lokal Gabung Kembali ke Somalia
Salah satu keluarga yang merasakan sulitnya Ramadan tahun ini adalah keluarga Hadiiq Abdulle Mohamed. Untuk berbuka sehari-hari, Mohamed mengandalkan takjil dan air minum seadanya.
Sebelum kekeringan parah, Mohamed dan suaminya adalah keluarga terpandang yang memiliki tanah pertanian dan ternak kambing. Kini, akibat kekeringan, mereka terpaksa mengungsi ke Mogadishu dan sang suami bekerja sebagai penarik gerobak.
Seiring meningkatnya harga pangan, upah suami Mohamed kini tak lagi mampu untuk membeli satu kilogram beras.
"Saya ingat puasa Ramadan kami pada masa lalu yang kami nikmati dengan sejahtera," kata Mohamed dikutip Associated Press, Rabu (29/3/2023).
"Kami dapat minum susu kambing, memasak ugali (jagung), sayuran hijau, dan minum dari air tampungan. Namun, tahun ini kami hidup di kamp pengungsian, tanpa plastik untuk melindungi diri dari hujan, tanpa makanan, kehausan, dan mengalami kekeringan."
"Kami punya makanan kecil ini, tetapi apakah Anda pikir ini bisa memenuhi kebutuhan keluarga dengan enam anak plus seorang ibu dan ayah? Itu tidak mungkin."
Sebelum inflasi dan kekeringan, buka puasa di Somalia umumnya dirayakan dengan meriah. Keluarga Somalia umum berbuka dengan kudapan, samosa, jus atau teh atau kopi, kemudian menyajikan makanan berat seperti nasi, spaghetti, atau roti dengan daging ikan, ayam, kambing, atau unta.
Akan tetapi, meningkatnya harga pangan membuat keluarga rentan di kamp pengungsian kerap kesulitan memenuhi kebutuhan. Keluarga Mohamed pun kini mengandalkan takjil yang didapat melalui antrean berjam-jam untuk berbuka puasa di Mogadishu.
Jelang Ramadan, Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan bahwa kondisi rantai pasok cukup baik di Somalia. Namun, meningkatnya permintaan seiring Ramadan menimbulkan "kerugian bagi keluarga rentan yang bergantung pada pasar lokal."
"Kami benar-benar mengalami kenaikan harga pangan dan harga kebutuhan pokok lain," kata Ahmed Khadar Abdi Jama, dosen ekonomi di Universitas Somalia.
"Jika ada faktor eksternal yang bisa mengurangi pasokan makanan, seperti konflik Rusia-Ukraina, warga Somalia kemungkinan akan merasakan rendahnya pasokan," lanjutnya.
Mayoritas bahan pangan di Somalia berasal dari impor. Selama Ramadan, kebutuhan pokok seperti beras dan minyak goreng pun terus naik di berbagai wilayah negara Tanduk Afrika tersebut.
Baca Juga: Empat Manfaat Puasa Ramadan Bagi Penderita Diabetes: Atur Kadar Glukosa hingga Tekanan Darah
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.