TEHERAN, KOMPAS.TV - Iran dilaporkan telah mengerahkan pasukan polisi wanita berjilbab untuk menghadapi demonstrasi yang terjadi beberapa hari terakhir.
Eskalasi demonstrasi di Iran yang memprotes kematian Mahsa Amini setelah ditahan polisi moral Iran karena tak memakai jilbab, dilaporkan semakin tinggi.
Polisi mengatakan Amini mengalami serangan jantung di kantor polisi dan kemudian mengalami koma.
Amini dilaporkan tewas pada Jumat (16/9/2022). Namun, pihak keluarga menepis laporan tersebut.
Baca Juga: Gara-Gara Gunakan Instagram di Rusia, Influencer Ini Terancam Dipenjara 6 Tahun
Saksi mata mengatakan Amini dipukuli hingga tewas oleh polisi, dengan pemindaian medis mengungkapkan hal itu berujung pada kematiannya.
Pasukan keamanan pun menghadapi para demonstran dengan brutal, dan menurut LSM Hak Asasi Iran (IHR), dilaporkan 50 orang telah tewas.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi pun dikabarkan meminta bantuan 7.000 petugas polisi perempuan untuk menghadapi demonstrasi itu.
Pasukan polisi perempuan berjilbab yang dimiliki Iran diyakini akan melakukan tugas penyamaran untuk menyusup ke kelompok demonstran.
“Kedatangan pasukan polisi perempuan kami adalah untuk memberikan kedamaian. Saya sedih melihat perempuan lain dalam protes ini melakukan tindakan ilegal yang tak sesuai dengan aturan sosial,” kata pemimpin unit, Kolonel Heydari dikutip dari Daily Star.
“Kami berada di sini untuk menghadapi mereka sesuai dengan prosedur berdasarkan nilai-nilai Islam,” tambahnya.
Unit polisi perempuan berjilbab itu dibentuk oleh Organisasi Layanan Publik Faraja, yang merupakan bagian dari angkatan bersenjata Iran.
Mereka juga berhubungan dekat dengan pasukan kepolisian negara itu yang dikenal represif.
Baca Juga: Pemerintah Sosialis Spanyol Naikkan Pajak bagi Kaum Terkaya 1 Persen untuk Ringankan Beban Rakyat
Kolonel Heydari telah berbicara tentang tugas mereka untuk memotret siapa pun yang terlihat melanggar hukum moralitas atau dicurigai menyebarkan kekacuan.
Tetapi gambar petugas perempuan yang memegang senjata dan menuruni gedung menunjukkan peran mereka mungkin lebih besar.
Perempuan diterima dalam penegakan hukum Iran untuk pertama kalinya sejak revolusi 1979 pada 2003.
Pelatihan mereka dilakukan selama tiga tahun, termasuk menguasai senjata, judo, anggar dan bahan peledak.
Sumber : Daily Star
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.