KYIV, KOMPAS.TV - Situasi di perbatasan timur Ukraina semakin memanas usai serangan artileri dimulai pada akhir pekan lalu. Serangan artileri mengenai desa-desa di sekitar garis depan yang memisahkan pasukan Ukraina dan kelompok separatis pro-Rusia.
Eskalasi tersebut membuat berbagai pihak mengkhawatirkan konflik terbuka akan meletus di Ukraina. Amerika Serikat (AS) dan pejabat Ukraina meyakini bahwa serangan separatis adalah awal dari serbuan Rusia.
Ketegangan meliputi warga sipil dan tentara yang berjaga di perbatasan. Warga di dekat wilayah separatis Donetsk dan Luhansk takut artileri akan mengenai tempat tinggal mereka.
Sebagian warga pun pilih mengungsi dari perbatasan. Di Krymske, desa di Provinsi Luhansk, misalnya, sebagian warga sudah mengungsi sejak konflik terbuka meletus pada 2014.
Banyak rumah di Krymske hancur akibat perang. Kini, warga Krymske yang bertahan menyambung hidup dengan mengandalkan bantuan.
Pasukan Ukraina sendiri memasuki Desa Krymske untuk berjaga-jaga. Eskalasi yang dipicu tembakan artileri dari wilayah separatis membuat tentara ikut tegang.
Serangan artileri sejauh ini telah menewaskan dua tentara Ukraina. Pada Sabtu (19/2/2022) lalu, dua tentara tewas dan empat lainnya terluka akibat serangan.
Pada Jumat (18/2), menurut laporan Al Jazeera, pasukan Ukraina di front dekat Mariupol, Provinsi Donetsk menyebut mereka dihujani artileri sepanjang malam. Pasukan itu membagikan rekaman audio teror artileri bertubi-tubi.
Waktu tanpa artileri pun menjadi momen berharga bagi pasukan di perbatasan. Saat suasana damai, para tentara melepas penat dengan menari atau sekadar menepi dan merokok.
Ukraina menempatkan ribuan tentara ke kawasan Donbass. Pada Desember 2021 lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan menuduh Kyiv menerjunkan “setengah angkatan bersenjata” ke kawasan itu.
Sejak konflik dengan separatis Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk meletus, Ukraina telah kehilangan hampir 5.000 tentara di front timur.
Ukraina sendiri mengintensifkan latihan militer untuk menghadapi ancaman serbuan Rusia. Sebagai tanggapan atas latihan besar-besaran Rusia di Belarusia, Ukraina menggelar latihan militer 10 hari hingga 20 Februari 2022.
Meskipun tidak mengumumkan berapa jumlah pasukan yang terlibat, Ukraina menyinggung latihan akan melibatkan unit drone dan persenjataan antikendaraan lapis baja.
Selain itu, militer atau kelompok paramiliter juga melatih warga sipil di sejumlah daerah, termasuk kota-kota di perbatasan Donetsk dan Luhansk.
Di lain pihak, separtis pro-Rusia menuduh tentara Ukraina sedang mobilisasi untuk menyerang mereka. Separatis juga menuduh tentara Ukraina membombardir mereka.
Pada Jumat (18/2), separatis Luhansk dan Donetsk mengevakuasi warga sipil ke Rusia. Sehari kemudian, pemimpin separatis mengumumkan mobilisasi umum untuk mengantisipasi konfrontasi dengan tentara Ukraina.
Pada Senin (21/2), pemimpin separatis di Luhansk dan Donetsk meminta Vladimir Putin mengakui kemerdekaan mereka. Putin sendiri mengaku akan memutuskan perihal pengakuan kemerdekaan itu pada Senin (21/2) malam waktu Moskow.
Apabila Putin mengakui kemerdekaan wilayah separatis, hal ini berpotensi memicu eskalasi lebih jauh dengan Barat maupun Ukraina.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.