YERUSALEM, KOMPAS.TV - Aparat kepolisian Israel mengusir warga Palestina dari permukiman Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, Rabu (19/1/2022). Eksekusi penggusuran ini menyusul ketetapan pengadilan usai sengketa hukum berdekade-dekade.
Perintah penggusuran dieksekusi sejak awal pekan ini. Aksi polisi Israel pun beroleh perlawanan dari warga yang menolak digusur.
Pada Senin (17/1), aparat Israel sempat merangsek masuk permukiman. Namun, mereka dihentikan usai sekelompok warga mengancam akan membakari tabung gas.
Aparat kepolisian kembali lagi pada Rabu (19/1). Kali ini, polisi Israel mampu mengusir warga dan mengawal penggusuran.
Kepolisian menangkap 18 orang yang disangka “melanggar perintah pengadilan, mempertahankan diri dengan kekerasan, serta mengganggu ketertiban umum.”
Bangunan yang digusur adalah milik keluarga Salhiya. Ia mengaku membeli properti di Sheikh Jarrah sebelum 1967, tahun ketika Israel menganeksasi Yerusalem.
Akan tetapi, otoritas Israel menolak klaim Salhiya. Otoritas mengeklaim ia membangun rumah secara ilegal di Sheikh Jarrah pada 1990-an.
Pemerintah Kota Yerusalem mengeklaim areal Sheikh Jarrah merupakan zona umum. Tahun lalu, pengadilan menegakkan klaim ini dan memerintahkan penggusuran.
Pemukim Sheikh Jarrah mengajukan banding. Namun, hakim menolak membekukan perintah penggusuran ketika banding masih berlangsung.
Balai Kota Yerusalem sendiri mengaku akan mengompensasi warga gusuran. Di area Sheikh Jarrah, pemerintah beerencana mendirikan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus.
Israel menguasai Yerusalem Timur dan Tepi Barat sejak 1967. Pendudukan Israel ini tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional.
Baca Juga: Israel Cegah AS Buka Kembali Konsulat Palestina di Yerusalem, Kredibilitas Washington Ditantang
Pemerintah Israel kemudian menetapkan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Juga, menggencarkan penggusuran terhadap warga Palestina di kota tua tersebut.
Selain Sheikh Jarrah, sejumlah permukiman lain di Yerusalem Timur terancam digusur Israel. Puluhan warga Palestina terancam oleh perluasan permukiman ilegal Yahudi.
Di lain sisi, warga Palestina dikekang kebijakan diskriminatif yang menyulitkan mereka membangun rumah atau membeli tanah di Yerusalem.
Serangkaian ancaman penggusuran dan kebijakan diskriminatif memicu protes dan bentrokan pada tahun lalu. Bentrok pun kemudian berkembang menjadi perang 11 hari di Jalur Gaza.
Otoritas Palestina sendiri menghendaki Yerusalem Timur sebagai ibukotanya kelak. Namun, penolakan Israel membuat resolusi konflik terkatung-katung.
Baca Juga: Presiden Palestina Mahmoud Abbas Datang ke Israel Bertemu Benny Gantz, Hamas Mengutuk
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.