JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menjelaskan, idealnya kebijakan publik dimulai dari perencanaan dan dilakukan secara bertahap.
Media menyampaikan hal itu dalam Program ROSI, KompasTV, Kamis (6/2/2025) malam, membahas kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang melarang pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram, namun kemudian kembali diperbolehkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Sebetulnya kalau secara teori, kebijakan publik itu idealnya dimulai dari perencanaan, diformulasikan, implementasi, dan evaluasi, bertahap,” jelasnya.
“Tapi ini kan nggak, tiba-tiba muncul kebijakan langsung di level implementasi, tanpa proses perencanaan, tanpa proses simulasi, tanpa proses piloting, bahkan tanpa proses sosialisasi kepada masyarakat,” kata Media.
Baca Juga: Pengamat Kebijakan Publik: Elpiji 3 Kilogram Subsidi yang Benar-Benar Dinikmati Masyarakat
Ia menekankan, mengurus suatu negara tidak boleh seperti mengurus perusahaan, sebab jika terjadi kesalahan dalam mengurus negara, akan ada ratusan juta warga terdampak.
“Jadi ini seperti negara diurus seperti mengurus perusahaan, ini kan nggak bisa. Kalau perusahaan diurus, yang rugi kalau keputusan dibuat oleh direksi adalah internal perusahaan.”
“Tapi, ketika negara salah urus, salah estimasi, maka yang terdampak adalah 270 an juta masyarakat Indonesia, ini kan nggak boleh,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Media juga menjawab pertanyaan mengenai ucapan Sufmi Dasco Ahmad yang menjelaskan bahwa kebijakan melarang pengecer menjual elpiji 3 kilogram bukan kebijakan presiden.
Media menduga penjelasan Dasco tersebut karena Prabowo tidak mau nama baiknya jatuh akibat kebijakan itu.
“Karena sepertinya Pak Prabowo nggak pengen nama baiknya jatuh di mata masyarakat, karena masyarakat kan melihat sekarang, siapa yang mencetuskan kebijakan ini,” tuturnya.
“Pak Prabowo menunjukkan pada publik bahwa ini adalah kerjaannya Kementerian ESDM.”
Baca Juga: Bahas Elpiji 3 Kilogram, Direktur Kebijakan Publik Celios: Pernyataan Bahlil Sebabkan Kelangkaan
Namun, dengan adanya kebijakan itu, Media juga menilai bahwa sepertinya tidak ada koordinasi yang matang antara para pembantu presiden kepada presiden.
“Jarang sekali ya, sama seperti PPN kemarin, di detik terakhir di-take over oleh Pak Prabowo. Ini juga sama, hanya dalam hitungan hari kemudian dibatalkan oleh presiden.”
“Ini kan kacau sekali. Jadi, negara dikelola secara serampangan,” tegasnya.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.