JAKARTA, KOMPAS.TV - Meski pemerintah sudah menggelar karpet merah bagi ormas keagamaan untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP), Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menegaskan tetap ada syarat ketat yang harus dipenuhi.
Persyaratan-persyaratan itu salah satunya, harus memiliki badan usaha yang mampu mengelola bisnis pertambangan.
“Saya mantan pengusaha, coba tunjukkan kepada saya perusahaan mana di republik ini yang begitu dia lahir langsung dia kerja tambang. Freeport saja ada kontraktornya, pemegang-pemegang IUP ini sebagian dikerjakan oleh kontraktor,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, dipantau dari Breaking News Kompas TV, Jumat (7/6/2024).
“Tugas kita pemerintah, setelah IUP dipegang ormas keagamaan, kita carikan partner. Maka IUP ini tidak bisa dipindahtangankan, sangat ketat,” tambahnya.
Baca Juga: Bahlil Ungkap Kementerian ESDM Ikut Teken PP Ormas Kelola Tambang dan Disetujui Jaksa Agung
Bahlil mengatakan pemerintah akan berupaya agar ormas keagaman tidak menderita kerugian saat berbisnis tambang.
Pemerintah, imbuhnya, akan membuat formulasi dengan mencari kontraktor tambang yang profesional serta melarang adanya konflik kepentingan dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang sebelumnya.
“Jadi ini transparan. Tidak ada moral hazard (bahaya moral, red). Di luar negeri itu organisasi-organisasi gereja itu punya konsesi,” ujarnya.
Bahlil berharap pemberian IUP kepada ormas keagamaan bisa mengurangi beban mereka dalam menjalankan program di bidang endidikan, kesehatan, sosial dan lainnya, untuk umat.
Menurut salinan Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024, dalam Pasal 83A Ayat 1 disebutkan, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Baca Juga: Bahlil soal Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan: Jangan Hanya Dikuasai Investor Besar
WIUPK yang bisa ditawarkan kepada badan usaha milik organisasi keagamaan adalah WIUPK yang merupakan eks PKP2B.
"IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri," demikian bunyi Ayat 3 Pasal 83A, dikutip Jumat (7/6/2024).
Selanjutnya Ayat 4 menyebutkan, kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Lalu badan usaha tersebut juga dilarang bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya.
Baca Juga: Nilai Izin Kelola Tambang sebagai Peluang, Gus Yahya: Wong Butuh, Bagaimana Lagi
"Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku," bunyi Ayat 6.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden," lanjut aturan tersebut.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.