JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho buka suara terkait adanya gelombang penolakan dari karyawan swasta dan pengusaha terkait iuran Tapera.
Heru mengatakan, saat ini masyarakat Indonesia masih menghadapi angka kesenjangan kepemilikan rumah yang masih tinggi.
"Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2023 hanya 9,95 juta, ya, sementara pertumbuhan keluarga tiap tahunnya 700 ribu hingga 800 ribu per tahun, itu harus jadi pertimbangan. Nah, di 9,95 juta angka kesenjangan itu, 84 persennya ada di kluster masyarakat berpenghasilan rendah," kata Heru dalam Kompas Bisnis Kompas TV, Kamis (30/5/2024).
Selain itu, menurut data yang ia peroleh, angka indeks keterjangkauan kredensial bisa dikatakan ideal apabila harga rumah tiga kali penghasilan rumah tangga dalam setahun untuk satu warga negara atau satu keluarga.
Baca Juga: Soal Iuran Tapera, Bamsoet: Tingkatkan Daya Beli, Buka Potong Pendapatan
"Saat ini di banyak provinsi, yang provinsinya padat, indeks keterjangkauan kredensialnya itu masih jauh di atas tiga, di atas 5 bahkan, sehingga kategori sangat tidak terjangkau," lanjutnya.
Oleh karena itu, menurutnya, BP Tapera adalah cara negara hadir untuk mengatasi kesenjangan kepemilikan rumah dan agar masyarakat bisa memiliki tempat tinggal yang layak.
"Disitulah negara hadir, yang memenuhi amanah UUD 1945 Pasal 28h ayat 1 bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang kemudian amanat dari UU No 4 tahun 2016 tentang Tapera, dibentuklah suatu badan sebagai katalis masyarakat untuk memiliki rumah dengan dana yang sustainable (berkelanjutan)," ucapnya.
Terkait adanya penolakan dari karyawan swasta dan pengusaha, Heru mengatakan pihaknya menerima segala kritik dan saran dari masyarakat.
"Saat ini kami sangat berterima kasih prinsipnya atas masukan dan tanggapan masyarakat, ya. Tentunya itu akan menjadi reminder (pengingat) bagi kami bahwa ini memang harus terus dikomunasikan ke publik hasilnya UU No 4 tahun 2016 tentang Tapera," ujar Heru.
Baca Juga: Pengusaha dan Pekerja Protes Tapera Potong Gaji 3 Persen, Begini Kata Jokowi
Selain itu, ia juga mengatakan, implementasi Tapera tidak serta-merta akan segera dilaksanakan, melainkan masih ada tujuh tahun sejak PP No. 25 Tahun 2020 ditetapkan.
"Bahwa ini tidak besok Juni tanggal 10 langsung dipotong, enggak seperti itu. Masih banyak hal yang perlu di atur lagi terkait dengan tata kelola, model bisnisnya seperti itu. Itu yang sedang kami bangun di BP Tapera," lanjutnya.
"Tentunya dalam implementasinya di PP No 25 tentang penyelenggaraan Tapera itu tidak kaku, ya. Akuisisi kepesertaan memang meliputi ke seluruh pekerja karena undang-undangnya bilang begitu, Pasal 7 UU No 4 tahun 2016. Tapi kan itu perlu di atur lagi, dalam aturan-aturan turunannya. Itu ada tenor implementasinya sampai dengan tujuh tahun sejak PP No 25 tahun 2020 ditetapkan. Artinya masih sampai 2027, masih ada waktu yang cukup panjang untuk membuka diskursus, masukan publik dan sebagainya," tutup Heru.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.