JAKARTA, KOMPAS.TV- Bakal Calon Presiden (Bacapres) Anies Baswedan menyatakan, pihaknya akan berupaya menurunkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 30 persen. Ia menilai, masalah utang sebuah negara bukan terletak pada jumlahnya, tapi pada persentasenya.
“Utang itu problemnya bukan nominal, tapi presentasenya. Itu kita targetkan maksimal 30 persen,” kata Anies dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Ia menerangkan, cara untuk mencapai rasio utang 30 persen adalah dengan memperbesar PDB Indonesia.
“Bagaimana caranya? PDB nya digedein, nanti kan persentasenya turun,” ujarnya.
Baca Juga: Anies Baswedan akan Lanjutkan Hilirisasi dan BLT dari Era Jokowi
Kemenkeu mencatat, hingga akhir September 2023, total utang pemerintah adalah sebesar Rp7.891 triliun dengan rasio utang sebesar 37,95 persen terhadap PDB.
Pasangan Anies-Muhaimin juga menargetkan angka kemiskinan di level 4-5 persen di 2029, sedangkan angka kemiskinan ekstrem diharapkan bisa 0 persen. Sementara saat ini angka kemiskinan ada di level 9-10 persen.
Ia pun kemudian menyinggung soal ketimpangan sosial ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini. Menurut Anies, ada sejumlah daerah yang pertumbuhan ekonominya tinggi tidak disertai dengan pemerataan ekonomi. Ia mencontohkan wilayah Maluku, yang pertumbuhan ekonominya tinggi tapi tingkat penganggurannya tidak turun.
Baca Juga: Namanya Disebut Bakal Menangkan Prabowo-Gibran di Jawa Timur, Begini Respons Khofifah
Sebagai informasi, berdasarkan data BPS, Pulau Maluku mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas 9 persen pada kuartal III-2023. Angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang ada di angka 4,9 persen.
Tingginya pertumbuhan ekonomi di Maluku ditopang sektor pertambangan, salah satunya Nikel.
“Masyarakat di banyak tempat hanya menjadi penonton, tidak menikmati investasi yang ada di sana,” ujarnya.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Bertemu Susi Pudjiastuti, Makan Siang Udang hingga Jadi Sopir
Anies menyampaikan, sektor manufaktur dan pertanian yang menyerap 44 persen tenaga kerja, pertumbuhannya justru menurun. Sedangkan sektor pertambangan yang hanya menyerap 1 persen tenaga kerja, justru tumbuh.
“We need to change. Kita harus genjot sektor ekonomi yang menyerap banyak tenaga kerja,” ucapnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.