Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah berwacana memungut cukai dari kenikmatan.
Kali ini adalah minuman berpemanis yang menurut penelitian punya tingkat kecanduan setara narkotika.
Tujuan utama cukai minuman manis ini adalah menyehatkan masyarakat, dari potensi penyakit degeneratif seperti diabetes dan obesitas, juga menambah penerimaan negara.
Menurut penelitian ahli kesehatan di Luke's Mid-America Heart Institute, minuman manis punya candu setara dengan narkotika.
Level hormon dopamin atau kecanduan di otak akibat gula mengalahkan garam bahkan nikotin.
Sadar atau tidak, jika sudah terbiasa hidup dengan yang manis-manis, sulit mengucapkan selamat tinggal.
Di sinilah negara ambil posisi.
Tidak mau BPJS Kesehatan terus jebol akibat penyakit degeneratif seperti diabetes dan obesitas, pemerintah berencana mengenakan cukai di minuman manis dalam kemasan.
Selain berupaya mencegah BPJS Kesehatan jebol, negara diyakini punya tambahan penerimaan.
Memakai data tahun 2015, dengan produksi minuman berpemanis sekitar 5.900 juta liter, potensi cukainya mencapai 6,25 triliun rupiah.
Apalagi, masyarakat minimal belanja minuman manis 2 persen dari pengeluaran bulanan.
Namun niat negara menyehatkan masyarakat, ditanggapi berbeda oleh asosiasi industri minuman ringan.
Menurut pengusaha, pungutan cukai di air minum manis kemasan akan mengerek harga jual produk antara 30 sampai 40 persen.
Ekonom juga menghitung, penerimaan negara dari cukai minuman manis tidak terlalu signifikan.
Kementerian Keuangan punya usul, tarif cukai pada minuman berpemanis adalah 1.500 sampai 2.500 rupiah per liter, tergantung jenisnya.
Cukai ini juga akan merembet ke sektor lain.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.