JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyebut kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) pada Jumat (10/3/2023) lalu tidak akan berdampak langsung terhadap bank-bank di Indonesia.
Menurutnya, langkah-langkah yang ditempuh Indonesia usai krisis 1998 membuat kondisi perbankan kuat dan stabil.
Dian memperkirakan, penutupan SVB oleh OJK-nya Amerika Serikat (AS) tidak akan berdampak terhadap layanan perbankan di Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line, atau investasi pada produk SVB.
Selain itu, bank-bank di Indonesia disebutnya tidak mengucurkan kredit atau investasi kepada perusahaan rintisan berbasis teknologi (start up) ataupun kripto, tidak seperti SVB dan bank-bank AS.
“Oleh karena itu, OJK mengharapkan masyarakat dan industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat,” kata Dian dalam keterangan resmi yang dikutip Antara, Senin (13/3).
Baca Juga: Gegara Pindah-Pindah Bank Uang Rp37 Miliar Rafael di Safe Deposit Box Terbongkar
Dian menyampaikan, setelah krisis moneter 1998, Indonesia telah menempuh langkah-langkah mendasar untuk memperkuat kelembagaan, infrastruktur hukum, tata kelola industri perbankan, serta memperkuat perlindungan nasabah.
Langkah-langkah itu disebutnya berhasil menciptakan sistem perbankan kuat, resilien, dan stabil.
Dian menuturkan, perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik, terlihat pada rasio alat likuid (AL) terhadap non-core deposit (NCD) dan rasio AL terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), masing-masing sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen, jauh di atas ambang batas minimal yang mana masing-masing 50 persen dan 10 persen.
Komposisi aset perbankan juga disebut proporsional. DPK didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
Kinerja lain seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan, dan profitabilitas pun disebut masih terjaga dan tumbuh positif.
Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori “Bank Dalam Resolusi” yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya dan tidak dapat disehatkan.
Lebih lanjut, Dian menyampaikan, OJK terus melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka mengantisipasi dampak dan tekanan global yang mungkin terjadi.
OJK terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia, memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bank yang baik dalam setiap aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan, serta memitigasi risiko konsentrasi yang berdampak terhadap kinerja keuangan bank.
OJK juga meminta perbankan untuk senantiasa melakukan langkah-langkah strategis antara lain meningkatkan fungsi maupun peran asset & liability committee dalam melakukan pengelolaan aset dan kewajiban, mengevaluasi kecukupan pencadangan risiko, melakukan stress test yang komprehensif serta mengkaji dan mengkinikan recovery dan resolution plan secara berkala.
“Kebijakan OJK ke depan akan terus diarahkan untuk menciptakan situasi kondisi yang semakin kondusif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Dian.
Baca Juga: Subsidi Rp7 Juta untuk Motor Listrik Dinilai akan Buat Angkutan Umum Semakin Krisis
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.