JAKARTA, KOMPAS.TV- Badan Pusat Statistik mencatat tingkat kemiskinan September 2022 tercatat sebesar 9,57 persen atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan.
Tingkat kemiskinan ini naik dari Maret 2022 (9,54 persen), tetapi lebih rendah dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 (9,71 persen).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyatakan, meningkatnya angka kemiskinan di September 2022 karena Indonesia juga terdampak dari ekonomi global yang menyebabkan inflasi pangan dan krisis energi.
Baca Juga: Bantuan Sosial Turunkan Angka Kemiskinan di Bengkulu
“Kenaikan tipis angka kemiskinan pada September 2022 terkait erat dengan kenaikan inflasi bahan pangan, pada periode Juni, Juli, Agustus, dan September, yang sempat mencapai puncaknya di 11,5 persen pada bulan Juli 2022,” kata Febrio dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/1/2023).
Ia menjelaskan, tahun 2022 perekonomian Indonesia dihadapkan pada tekanan inflasi yang bersumber dari peningkatan harga komoditas global, khususnya energi dan pangan, akibat perang di Ukraina.
Namun dibandingkan dengan banyak negara lainnya, seperti di Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa yang mencatatkan rekor tertinggi dalam empat dekade terakhir, Febrio menilai kenaikan inflasi di Indonesia jauh lebih moderat.
“Hal ini terutama karena peran krusial APBN sebagai peredam gejolak (shock absorber) inflasi global melalui mekanisme subsidi energi dan alokasi belanja stabilisasi harga pangan,“ ujar Febrio.
Jika inflasi Indonesia melambung lebih tinggi lagi, otomatis jumlah penduduk yang masuk jurang kemsikinan juga akan jauh lebih banyak. Tapi hal itu tidak terjadi karena pemerintah menambah anggaran subsidi energi.
“Keputusan Pemerintah untuk menaikkan subsidi energi menjadi Rp551 triliun menjadi faktor utama menjaga angka kemiskinan. Selain juga gerak cepat menurunkan inflasi pangan,” ucap Febrio.
BPS juga merilis data tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (Rasio Gini). Hasilnya,
pada September 2022 Rasio Gini tercatat sebesar 0,381, menurun 0,003 poin dari Maret 2022 (0,384).
Penurunan Rasio Gini dipengaruhi oleh penurunan ketimpangan di perkotaan dan perdesaan, yang masing-masing menurun tipis 0,001 dari posisi Maret 2022.
Febrio menuturkan, hal itu tak lepas dari upaya pemerintah dalam memeratakan pembangunan dan investasi.
Baca Juga: Kemiskinan Naik, DPR Minta Dana Istimewa DIY Dipakai untuk Kesejahteraan Warga
“Upaya Pemerintah untuk mendorong inklusivitas pertumbuhan ekonomi terlihat dari penurunan ketimpangan baik di perkotaan maupun perdesaan. Bahkan, ketimpangan di perdesaan juga terus menunjukkan perbaikan dibandingkan level prapandemi,” lanjut Febrio.
Ia optimistis, tingkat kemiskinan akan bisa turun, berkaca dari inflasi bahan pangan (volatile food) yang menunjukkan tren penurunan signifikan dari September 2022 (9,0 persen, yoy) hingga Desember 2022 (5,6 persen, yoy).
Hal ini didukung pula dengan perbaikan kondisi ketenagakerjaan, di mana Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2022 meningkat mencapai 68,63 persen, hal ini akan mendorong perbaikan pendapatan masyarakat.
“Ke depan, Pemerintah perlu menjaga momentum penurunan inflasi dan mengakselerasi realisasi belanja pada Triwulan 1 2023 untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan,” tutupnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.